Minggu, 06 Januari 2013

KONSULTASI KEJIWAAN

Apa itu konsultasi ??
Menurut kamus besar bahasa Indonesia konsultasi sendiri di artikan sebagai pertukaran pikiran untuk mendapatkan kesimpulan (nasihat, saran, dsb) yang sebaik-baiknya, memberikan suatu petunjuk, pertimbangan, pendapat atau nasihat dalam penerapan, pemilihan, penggunaan suatu teknologi atau metodologi yang didapatkan melalui pertukaran pikiran untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang sebaik-baiknya. Pengertian Konsultasi adalah suatu bentuk hubungan tolong menolong yang dilakukan oleh seorang profesional (konsultan) kepada konsultee (keluarga atau individu) dalam hubungannya menyelesaikan masalah.
Konsultasi menurut wiktionary adalah sebuah pertemuan atau konferensi untuk saling bertukar informasi dan saran. Konsultasi didefinisikan oleh Audit Commission (1999) sebagai sebuah proses dialog yang mengarah kepada sebuah keputusan. Definisi tersebut menyiratkan empat aspek dalam konsultasi :
-         Konsultasi adalah sebuah dialog, di dalamnya ada aktifitas berbagi dan bertukar informasi dalam rangka untuk   memastikan pihak yang berkonsultasi agar mengetahui lebih dalam tentang suatu tema. Oleh karenanya konsultasi adalah sesuatu yang edukatif dan inklusif.
-         Konsultasi adalah sebuah proses. Konsultasi adalah sebuah proses yang iterative dan berjalan.
-     Konsultasi adalah sebuah dialog antar manusia. Konsultasi dapat melibatkan individu- individu dalam suatu   komunitas, kelompok social dan stakeholder, yang merefleksikan komposisi dari populasi dan organisasi dari suatu area. Oleh karenanya konsultasi adalah partispasi.
-      Konsultasi adalah tentang aksi dan hasil. Konsultasi harus dapat memastikan bahwa pandangan yang dikonsultasikan mengarahkan kepada sebuah pengambilan keputusan. Oleh karenanya konsultasi adalah tentang aksi dan berorientasi kepada hasil.

Proses Konsultasi itu sendiri meliputi :
 
1. Provision
Adalah konsultan memberikan pelayanan langsung kepada konsultee yang tidak memiliki waktu ataupun keterampilan dalam menyelesaikan masalahnya. Disini konsultaan   memberikan solusi dan konsultee bebas menentukan cara menyelesaikan masalahnya.
2. Prescription
Adalah konsultan memberikan nasehat dan tidak ikut turut dalam membantu proses          penyelesaian masalah yang sedang dihadapi oleh konsultee.
3. Mediation
Adalah konsultan berperan sebagai mediator dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh konsultee.
4. Collaboration
Adalah konsultan bersama dengan konsultee menyelesaikan masalah yang dihadapi. 

Apa itu kejiwaan ?? 

Kejiwaan biasanya bersangkutan dengan suatu ilmu yaitu psikologi, karena pengertian psikologi itu sendiri terdiri dari psy yang artinya jiwa; roh, dan logos yang berarti ilmu yang secara singkat dikatan sebagai ilmu jiwa. Kejiwaan menurut kamus besar adalah kebatinan atau kerohanian.

Jadi konsultasi kejiwaan

Merupakan suatu bentuk hubungan tolong menolong yang dilakukan oleh seorang profesional (konsultan) kepada konsultee (keluarga atau individu) yang batinnya / secara kejiwaan sedang mengalami goncangan dan membutuhkan tempat bertukar pikiran, dimana konsultan tersebut akan Memberikan suatu petunjuk, pertimbangan, pendapat atau nasihat dalam penerapan, pemilihan, penggunaan suatu teknologi atau metodologi yang didapatkan melalui pertukaran pikiran untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang sebaik-baiknya demi ketenangan jiwa individu tersebut. 

Contoh konsultasi kejiwaan :
Hallo gadis bagaimana sih cara mengatasi sifat pendiam? aku suka merasa aneh soalnya aku pendiam hanya ketika aku di sekolah dan di tempat umum lainnya sedangkan kalau lagi di rumah aku gak pendiam sama sekali. Makasih :) 

Dear Ilyuna… Mungkin kamu jadi pendiam karena belum nyaman dengan sekeliling kamu. Di rumah, karena sudah nyaman, kamu bisa menjadi diri sendiri dan merasa bebas mengekspresikan diri kamu. Coba deh, bikin diri kamu merasa nyaman di sekolah, di antara teman-teman dan saat berada di lingkungan baru. Dengan begitu, kamu akan merasa seperti di rumah, dan dijamin kamu nggak pendiam lagi ?

Sumber :

Senin, 08 Oktober 2012

Aspek Psikologi dalam Perkembangan Organisasi berbasis Sistem Informasi




Nama kelompok:
Anindita S.A                  14509050
Laela Mantopani            16509746
Rangga Adriana             13509320
Romi Aprian                  11509334
Siti Farida                      13509253
Widya Seprina               18509505

KELAS: 4PA06

UNIVERSITAS GUNADARMA
2012

Aspek psikologis dalam perkembangan Organisasi berbasis Sistem Informasi

A.  Definisi
Psikologi didefinisikan sebagai kajian ilmiah tentang tingkahlaku dalam proses mental organisasi. Aspek psikologi sebenarnya lebih mengarah kepada manusia sebagai pengguna sistem informasi yang ada. Berdasarkan analisa ICT Watch, maraknya aksi cyberfraud yang terjadi di warnet disebabkan karena tidak adanya kajian dan analisa dampak psikologis oleh para pemilik modal sebelum mendirikan suatu warnet di daerah tertentu. Internet mulai berkembang di Indonesia sejak masuknya PT Indo Internet, sebagai ISP komersial pertama, tahun 1994.Keyakinan bahwa warnet dapat menjadi sebuah solusi dalam menjembatani kesenjangan informasi sekaligus meningkatkan penetrasi Internet di Indonesia, sehingga bermunculan proposal pendirian warnet dengan varian nama yang beragam. Dari sekian banyak proposal tersebut, dan dari sekian banyak warnet yang telah berdiri, nyaris tidak ada yang memasukkan atau melakukan analisa dampak psikologis. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab pergesaran fungsi mulia warnet, yang pada awalnya ditujukan sebagai solusi dalam menjembatani kesenjangan informasi menjadi sarang bagi para pelaku cybercrime. Menurut analisa dari ICT Watch, kondisi ini terjadi karena kekosongan mengenai pembahasan social cost, yakni untuk mengadakan pelatihan atau pendidikan kepada masyarakat sekitar sebagai sebuah tanggung-jawab psikologis, sehingga Warnet sebenarnya bukan hanya berbicara mengenai margin keuntungan semata. Apa yang diungkapkan oleh ICT Watchtersebut merupakan satu bagian yang menunjukkan pentingnya perhatian auditor terhadap lingkungan audit berbasis sistem informasi. Sebenarnya perhatian terhadap aspek psikologis bukan hanya dalam lingkungan audit berbasis sistem informasi, namun juga dapat terjadi pada aspek lain selain aspek audit. Memang isu Audit Sistem Informasi merupakan isu yang tergolong cukup baru dalam konteks Indonesia. Penelitian lebih jauh sangat diperlukan dalam aspek ini, sebagai salah satu bagian yang dapat dilakukan dalam konteks perkembangan teknologi informasi.
B.  Pembahasan
Merupakan hal yang sudah menjadi wacana umum, jika karyawan yang berumur memiliki resistant to change yang lebih besar terhadap lingkungan berbasis information system. Menurut penelitian yang dilakukan oleh pakar Psikologi Roger Morrell, orang yang sudah berumur punya tingkat kesulitan lebih tinggi untuk menyeleksi informasi yang masuk, mana yang penting dan mana yang kurang penting, dibandingkan dengan orang-orang yang lebih muda umurnya. Seiring dengan penambahan umur pada manusia, diikuti dengan penurunan kapasitas ingatan, hal ini menyebabkan, penerimaan informasi yang terlalu banyak akan mempengaruhi kemampuan para lanjut usia memproses informasi yang penting. Penelitian yang dilakukan oleh Roger Morrell tersebut merupakan salah satu aspek Psikologis yang harus diperhatikan oleh organisasi terutama Auditor. Pemahaman terhadap aspek Psikologis ini merupakan hal yang sangat jarang sekali dibahas dalam ruang lingkup Audit, namun pemahaman terhadap aspek psikologis akan memudahkan auditor dalam melakukan penugasan audit dalam lingkungan berbasis Audit Sistem Informasi dan juga sebagai dasar dalam memberikan rekomendasi yang lebih tepat. Aspek Psikologis dalam hal ini dibagi menjadi dua, yakni aspek error dan aspek fraud.
1.    Aspek Error dalam konteks Psikologi perkembangan Organisasi berbasis sistem informasi
 Aspek error merupakan isu resiko yang terdapat dalam lingkungan berbasis Audit Sistem Informasi yang disebabkan oleh ketidaksengajaan. Beberapa point yang harus diperhatikan oleh Auditor dalam aspek error dalam lingkungan berbasis Audit Sistem Informasi:
a. Lack of Information. Kekurangan informasi yang diterima oleh user mengenai aplikasi atau teknologi informasi (IT) yang dimiliki oleh organisasi akan menyebabkan user kekurangan pengetahuan maupun kemampuan dalam menggunakan aplikasi yang diimplementasikanoleh organisasi. Hal ini akan menyebabkan user seringkali melakukan error dalammengoperasikan aplikasi yang ada, sehingga data yang diolah dapat berisiko tinggi, dengan tingkat kesalahan yang cukup besar.
 b. Too much jargon. Selain kekurangan informasi, jargon atau istilah yang terlalu beragam dalam aplikasi akan membuat user bingung dalam mengoperasikan aplikasi yang ada. Hal ini terutama terjadi pada karyawan yang sudah berumur, sehingga tingkat kompleksitas dari istilah yang digunakan dapat mempengaruhi resiko tingkat error yang terjadi.
 c. Technophobia. Pengalaman yang buruk terhadap teknologi informasi (IT) dapat menjadi trauma tersendiri bagi seseorang atau karyawan. Dampak yang paling buruk dapat menyebabkan seseorang atau karyawan menjadi technophobia. Kesalahan penanganan terhadap technophobiadapat menyebabkan kerugian bagi individukaryawan maupun kerugian besar bagi organisasi bisnis dalam bentuk kesalahan – kesalahan maupun kehancuran data yang dimiliki oleh organisasi bisnis.

2. Aspek Fraud dalam konteks Psikologi perkembangan Organisasi berbasis Sistem Informasi
Selain aspek error, terdapat juga aspek Fraud yang merupakan isu resiko dalam lingkungan Audit Sistem Informasi. Fraud merupakan aspek yang dilakukan dengan oleh karyawan, dengan tujuan untuk keuntungan diri sendiri yang tentu saja menjadi kerugian bagi organisasi bisnis. Dalam lingkungan berbasis Audit Sistem Informasi, fraud yang dilakukan karyawan berkenan dengan isu resiko terhadap asset organisasi bisnis, baik asset berupa keuangan (financial loss) maupun asset berupa informasi (non-financial loss) organisasi bisnis.
Fraud yang terjadi dalam lingkungan Audit Sistem Informasi, dikenal dengan istilah Computer Fraud, yakni lebih ditujukan untuk penyelewengan sumberdaya sistem informasi atau komputer yang lebih banyak merugikan keuangan di suatu organisasi oleh orang dalam. Pelaku Computer Fraud biasanya memiliki pengetahuan memadai dan keahlian tentang sistem komputer dan menggunakan komputer sebagai target kejahatan. Namun, tetap perlu diingat, dalam lingkungan Audit berbasis Sistem Informasi, tidak semua kejahatan yang dilakukan menggunakan komputer masuk ke kategori kejahatan komputer. Upaya penggelapan pajak dimana perhitungannya memakai komputer, membeli barang via internet memakai nomor kartu kredit orang lain, mencuri komputer, dsb tidak masuk kategori kejahatan komputer. Kasus pembobolan Bank Indonesia, meruapakan salah satu contoh dari beberapa kasus kejahatan komputer pernah terjadi di Indonesia.
Pembobolan tersebut terjadi bulan Juli 1996 ketika melakukan pembobolan sejumlah 6,6 Miliar dengan menggunakan bantuan komputer. Dibawah ini merupakan beberapa aspek psikologis yang memicu terjadi fraud dalam lingkungan berbasis Audit Sistem Informasi yang dibagi menjadi dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal:
  1. Faktor Internal.
 Faktor ini merupakan aspek yang berbicara mengenai manusia sebagai calon pelaku fraud. Pemahaman Auditor terhadap aspek internal akan membantu Auditor dalam menganalisa fraud yang terjadi dalam organisasi bisnis. Pemahaman terhadap aspek internal ini dimaksudkan untuk memahami lebih mendalam mengenai karateristik pelaku fraud yang ada ditinjau dari empat sisi, yakni :
• Hubungan dengan organisasi / perusahaan : Orang dalam (pegawai) sendiri, orang dalam bekerja sama dengan orang dalam, orang luar bekerja sama dengan orang dalam (pegawai), orang dalam bekerja sama dengan orang luar, atau mantan pegawai
• Hubungan antar pelaku yang bekomplotan : teman, keluarga (ayah – anak, suami – istri, adik – kakak, paman – keponakan)
• Sisi Umur. Umumnya berusia relatif mudah dan memiliki kepintaran / keahlian yang tinggi atau berprestasi kerja yang baik
• Tugas/ jabatan orang dalam : petugas kliring, operator komputer back office, bagian rekonsiliasi, bagian rekening koran, asisten bagian EDP, programer/ system analist, petugas dukungan komputer / teknisi, petugas data entry, manajer sistem informasi, manajer keuangan.
  1. FAKTOR ESKTERNAL.
Faktor eksternal merupakan aspek yang mempengaruhi manusia, yakni calon pelaku fraud untuk melakukan tindakan kejahatan. Jadi yang menjadi pemicunya adalah aspek eksternal yang ada dalam perusahaan, dalam hal ini perusahaan harus dapat meminimalisasi aspek eksternal yang mempengaruhi terjadinya komputer fraud, sehingga dapat terlihat bahwa pendekatan pencegahan antara aspek eksternal dengan aspek internal akan berbeda fokusnya. Ada 3 aspek dalam faktor eksternal, yakni:
Incentive/ pressure. Adanya tawaran berupa bonus yang diberikan kepada pihak manajemen atau top-level-management akan membuat pihak manajemen berusaha untuk menyajikan informasi laporan keuangan sesuai dengan kriteria ideal untuk mendapatkan bonus atau insentif. Kecenderungan ini terjadi ketika pemegang saham menjanjikan bonus dengan mensyaratkan kinerja yang menggunakan pengukuran rasiorasio atau elemen dalam laporan keuangan, sehingga adanya kecenderungan manajemen untuk “mengolah” atau “memasak” laporan keuangan yang akan disajikan kepada pemegang saham.
• Oppurtunity. Kesempatan merupakan hal yang paling mempengaruhi terjadinya fraud dalam organisasi bisnis. Adanya kesempatan ini disebabkan oleh pengendalian yang kurang memadai dalam lingkungan berbasis sistem informasi atau dapat juga disebabkan oleh adanya celah dalam pengendalian yang ada. Hal yang perlu diingat oleh organisasi, pengendalian hanya berfungsi untuk mengeliminasi fraud yang terjadi dalam organisasi bisnis bukan menghilangkan resiko yang ada. Hal ini seringkali berkenaan dengan analisa cost-benefit, karena disatu sisi organisasi ingin menerapkan pengendalian yang sangat tinggi yang tentu saja membutuhkan biaya yang tinggi, namun di sisi lain organisasi juga harus melakukan analisa terhadap benefit yang didapatkan oleh organisasi tersebut.
• Rationalization. Faktor ”orang lain juga melakukannya” merupakan hal yang cukup berbahaya bagi organisasi. Hal ini dapat menjadi menjamurnya fraud dalam organisasi. Biasanya kondisi ini dimulai dengan melakukan kejahatan yang kecil hingga menjadi suatu kebiasaan yang akhirnya mencapai klimaks dengan melakukan kejahatan yang sangat merugikan organisasi, hal ini terjadi karena dalam diri manusia, yakni karyawan yang melakukan fraud, persaan yang tidak puas dengan apa yang didapatkan ketika melakukan fraud dalam organisasi. Kondisi ini terus berlanjut dengan mengambil keuntungan yang semakin besar dalam fraud yang dilakukan.
C.  Contoh
Salah satu contohnya yaitu pengguna komputer dalam pembuatan software-software untuk bidang psikologi. Misalnya saja, di perusahaan sekarang ini banyak menggunakan software tentang alat tes agar waktu yang digunakan dalam menyeleksi calon karyawan baru lebih cepat dan efisien, serta tidak membuang tenaga para penyeleksinya. Selain itu, contoh lainnya adalah dalam penggunaan software dari microsoft office, dimana yang dahulunya kita harus memakai mesin ketik untuk membuat surat atau membuat tulisan agar terlihat rapih, tapi sekarang berkat adanya komputer dan system informasi maka pekerjaan kita untuk membuat surat atau tulisan yang lain lebih cepat dan bahkan lebih rapih. Contoh lain dalam bidang psikologi yaitu penggunaan laboratorium psikologi dimana didalamnya menggunakan prinsip ilmu komputer.
Contoh lain mungkin dengan sistem konseling online yang sekarang ini banyak beredar dan banyak hadir di situs jejaring sosial. Hal-hal diatas merupakan sebagian contoh penggunaan sistem informasi dalam bidang psikologi saat ini. Dimana, ilmu psikologi juga berkembang berkat adanya perkembangan yang sangat pesat dari ilmu komputer itu sendiri. Sistem informasi psikologi memuat aspek- aspek psikologis dalam perkembangan organisasi  berbasis sistem informasi. Contoh dari sistem informasi psikologi disini adalah seperti tes- tes psikologis yang sekarang sudah banyak ditemui di internet, konseling online, dll.

D.  Definisi Konseling Online
Konseling (counseling) biasanya kita kenal dengan istilah penyuluhan, yang secara awam dimaknakan sebagai pemberian penerangan, informasi, atau nasihat kepada pihak lain. Konseling sebagai cabang ilmu dan praktik pemberian bantuan kepada individu pada dasarnya memiliki pengertian yang spesifik sejalan dengan konsep yang dikembangakn dalam lingkup profesinya. Diantara berbagai disiplin ilmu, yang memiliki kedekatan hubungan dengan konseling adalah psikologi, bahkan secara khusus dapat dikatakan bahwa konseling merupakan aplikasi dari psikologi, terutama jika dilihat dari tujuan, teori yang digunakan, dan proses penyelenggaraannya. Oleh karena itu telaah mengenai konseling dapat disebut dengan psikologi konseling (counseling psychology).
Kata konseling (counseling) berasal dari kata counsel yang diambil dari bahasa latin yaitu counselium, artinya ”bersama” atau ”bicara bersama”. Pengertian ”berbicara bersama-sama” dalam hal ini adalah pembicaraan antara konselor (counselor) dengan seseorang atau beberapa klien (Counselee). Dengan demikian counselium berarti, ”people coming together to again an understanding of problem that beset them were evident”, yang ditulis oleh Baruth dan Robinson (1987:2) dalam bukunya An Introduction to The Counseling Profession.
Carl Rogers, seorang psikolog humanistik terkemuka, berpandangan bahwa konseling merupakan hubungan terapi dengan klien yang bertujuan untuk melakukan perubahan self (diri) pada pihak klien. Pada intinya Rogers dengan tegas menekankan pada perubahan system self klien sebagai tujuan koseling akibat dari struktur hubungan konselor dengan kliennya.
Ahli lain, Cormier (1979) lebih memberikan penekanan pada fungsi pihak-pihak yang terlibat. Mereka menegaskan konselor adalah tenaga terlatih yang berkemauan untuk membantu klien. Pietrofesa (1978) dalam bukunya The Authentic Counselor, sekalipun tidak berbeda dengan rumusan sebelumnya, mengemukakan dengan singkat bahwa konseling adalah proses yang melibatkan seorang profesional berusaha membantu orang lain dalam mencapai pemahaman dirinya, membuat keputusan dan pemecahan masalah.
Meskipun bukan bermaksud merangkum berbagai pengertian yang dikemukakan oleh banyak ahli, Stefflre dan Grant menyusun pengertian yang cukup lengkap mengenai konseling ini. Menurut Stefflre dan Grant, terdapat empat hal yang mereka tekankan, yaitu:
1. Konseling Sebagai Proses
Konseling sebagai proses berarti konseling tidak dapat dilakukan sesaat. Butuh proses yang merupakan waktu untuk membantu klien dalam memecahkan masalah mereka, dan bukan terjadi hanya dalam satu pertemuan. Permasalahan klien yang kompleks dan cukup berat, konseling dapat dilakukan beberapa kali dalam pertemuan secara berkelanjutan.
2. Koseling Sebagai Hubungan Spesifik
Hubungan antara konselor dan klien merupakan unsur penting dalam konseling. Hubungan koseling harus dibangun secara spesifik dan berbeda dengan hubungan sosial lainnya. Karena konseling membutuhkan hubungan yang diantaranya perlu adanya keterbukaan, pemahaman, penghargaan secara positif tanpa syarat, dan empati.
3. Konseling adalah Membantu Klien
Hubungan konseling bersifat membantu (helping). Membantu tetap memberikan kepercayaan pada klien dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan mereka. Hubungan konseling tidak bermaksud mengalihkan pekerjaan klien pada konselor, tetapi memotivasi klien untuk lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan mengatasi masalahnya.
4. Konseling untuk Mencapai Tujuan Hidup
Konseling diselenggarakan untuk mencapai pemahaman dan penerimaan diri, proses belajar dari perilaku adaptif, dan belajar melakukan pemahaman yang lebih luas tentang dirinya yang tidak hanya membuat ”know about” tetapi juga ”how to” sejalan dengan kualitas dan kapasitasnya. Tujuan akhir konseling pada dasarnya adalah sejalan dengan tujuan hidupnya yang oleh Maslow (1968) disebut aktualisasi diri.
Semakin banyak perusahaan dan individu yang memanfaatkan e-learning sebagai sarana untuk pelatihan dan pendidikan karena mereka melihat berbagai manfaat yang ditawarkan oleh pembelajaran berbasis web - internet ini. Dari berbagai komentar yang dilontarkan, ada tiga persamaan dalam hal manfaat yang bisa dinikmati dari e-learning.
Fleksibilitas

Jika pembelajaran konvensional di kelas mengharuskan siswa untuk hadir di kelas pada jam-jam tertentu (seringkali jam ini bentrok dengan kegiatan rutin siswa), maka e-learning memberikan fleksibilitas dalam memilih waktu dan tempat untuk mengakses pelajaran. 
Siswa tidak perlu mengadakan perjalanan menuju tempat pelajaran disampaikan, e-learning bisa diakses dari mana saja yang memiliki akses ke Internet. Bahkan, dengan berkembangnya mobile technology (dengan palmtop, bahkan telepon selular jenis tertentu), semakin mudah mengakses e-learning. Berbagai tempat juga sudah menyediakan sambungan internet gratis (di bandara internasional dan cafe-cafe tertentu), dengan demikian dalam perjalanan pun atau pada waktu istirahat makan siang sambil menunggu hidangan disajikan, Anda bisa memanfaatkan waktu untuk mengakses e-learning.
Berlisensi Gazley adalah penasihat dan hipnoterapis dengan lebih dari 30 tahun pengalaman sebagai psikoterapis. He holds a certification for distance counseling from ReadyMinds and is a trainer for that company's Distance Credentialed Counselor program. Dia memegang sertifikasi untuk jarak konseling dari ReadyMinds dan merupakan pelatih untuk perusahaan Penasihat Jarak Credentialed program. In addition to his work on the website, he also is a private practitioner in Scottsdale, Arizona. Selain karyanya pada website, ia juga adalah  praktisi swasta di Scottsdale Arizona.
Gazley's initial website launched eight years ago with his partner in private practice, was limited strictly to online counseling. Situs Gazley awal diluncurkan delapan tahun lalu dengan pasangannya dalam praktek swasta, adalah sangat terbatas untuk online konseling. In 2000 however, he added the general health component, creating a virtual clinic atmosphere complete with web-based, self-help discussion groups; a library of “suggested” movies, music, and books; and an online media store selling audiotapes, e-books, books and videos. Namun pada tahun 2000, ia menambahkan komponen kesehatan umum, menciptakan suasana klinik virtual lengkap dengan berbasis web, self-help kelompok diskusi; perpustakaan "usul" film, musik, dan buku-buku dan media online toko yang menjual kaset, e -buku, buku dan video

E.   Dampak Sistem Informasi Psikologi Secara Psikologis (Sistem Informasi SDM)
Menurut Alisyahbana (1980), Teknologi telah dikenal oleh manusia sejak jutaan tahun yang lalu, karena dorongan untuk hidup yang lebih nyaman, lebih makmur dan lebih sejahtera. Istilah teknologi berasal dari techne atau cara dan logos atau pengetahuan. Jadi secara harfiah teknologi dapat diartikan pengetahuan tentang cara. Pengertian teknologi sendiri merupakan cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan akal dan alat, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindra dan otak manusia. Perkembangan dunia iptek yang demikian pesatnya telah membawa manfaat luar biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia. Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik cukup besar, kini relatif sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis. Sistem kerja robotis telah mengalihfungsikan tenaga otot manusia dengan pembesaran dan percepatan yang menakjubkan. Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi berjalan sesuai dengan kemajuanm ilmu pengetahuan. Setiap perubahan yang diciptakan berupaya untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Memberikan banyak kemudahan dalam melakukan aktifitas. Terlebih dalam bidang teknologi, masyarakat kini sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh perubahan yang telah dihasilkan dalam perkembangan teknologi. Akan tetapi, meskipun pada mulanya diciptakan untuk memberikan manfaat positif  bagi masyarakat, namun di sisi lain juga dapat memungkinkan teknologi tersebut digunakan untuk hal-hal negatif.

 Dampak Positif dan Negatif Sistem Informasi pada berbagai bidang :
 1. Bidang Informasi dan Komunikasi
Positif :
 a) Kita akan lebih cepat mendapatkan informasi-informasi yang akurat dan terbaru di bumi bagian manapun melalui internet
 b) Kita dapat berkomunikasi dengan teman, maupun keluarga yang sangat jauh hanya dengan melalui handphone
 c) Kita mendapatkan layanan bank yang dengan sangat mudah. Dan lain-lain

 Negatif :
 a) Pemanfaatan jasa komunikasi oleh jaringan teroris (Kompas)
 b) Penggunaan informasi tertentu dan situs tertentu yang terdapat di internet yang bisa disalah gunakan fihak tertentu untuk tujuan tertentu
 c) Kerahasiaan alat tes semakin terancam Melalui internet kita dapat memperoleh informasi tentang tes psikologi, dan bahkan dapat memperoleh layanan tes psikologi secara langsung dari internet.
 d) Kecemasan teknologi. Selain itu ada kecemasan skala kecil akibat teknologi komputer. Kerusakan komputer karena terserang virus, kehilangan berbagai file penting dalam komputer inilah beberapa contoh stres yang terjadi karena teknologi. Rusaknya modem internet karena disambar petir.

 2. Bidang Sosial dan Budaya
 Positif :
 a) Perbedaan kepribadian pria dan wanita. Banyak pakar yang berpendapat bahwa kini semakin besar porsi wanita yang memegang posisi sebagai pemimpin, baik dalam dunia pemerintahan maupun dalam dunia bisnis. Bahkan perubahan perilaku ke arah perilaku yang sebelumnya merupakan pekerjaan pria semakin menonjol.Data yang tertulis dalam buku Megatrend for Women:From Liberation to Leadership yang ditulis oleh Patricia Aburdene & John Naisbitt (1993) menunjukkan bahwa peran wanita dalam kepemimpinan semakin membesar. Semakin banyak wanita yang memasuki bidang politik, sebagai anggota parlemen, senator, gubernur, menteri, dan berbagai jabatan penting lainnya.
 b) Meningkatnya rasa percaya diriKemajuan ekonomi di negara-negara Asia melahirkan fenomena yang menarik. Perkembangan dan kemajuan ekonomi telah meningkatkan rasa percaya diri dan ketahanan diri sebagai suatu bangsa akan semakin kokoh. Bangsa-bangsa Barat tidak lagi dapat melecehkan bangsa-bangsa Asia.
 c) Tekanan, kompetisi yang tajam di pelbagai aspek kehidupan sebagai konsekuensi globalisasi, akan melahirkan generasi yang disiplin, tekun dan pekerja keras

 Negatif :
 a) Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam materi tetapi miskin dalam rohani”.
 b) Kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja semakin meningkat semakin lemahnya kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di masyarakat, seperti gotong royong dan tolong-menolong telah melemahkan kekuatan-kekuatan sentripetal yang berperan penting dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama, kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja dan pelajar semakin meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian, corat-coret, pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.
 c) Pola interaksi antar manusia yang berubah Kehadiran komputer pada kebanyakan rumah tangga golongan menengah ke atas telah merubah pola interaksi keluarga. Komputer yang disambungkan dengan telpon telah membuka peluang bagi siapa saja untuk berhubungan dengan dunia luar. Program internet relay chatting (IRC), internet, dan e-mail telah membuat orang asyik dengan kehidupannya sendiri. Selain itu tersedianya berbagai warung internet (warnet) telah memberi peluang kepada banyak orang yang tidak memiliki komputer dan saluran internet sendiri untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui internet. Kini semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya sendirian dengan komputer. Melalui program internet relay chatting (IRC) anak-anak bisa asyik mengobrol dengan teman dan orang asing kapan saja.

 3. Bidang Pendidikan
 Positif :
 a) Munculnya media massa, khususnya media elektronik sebagai sumber ilmu dan pusat pendidikan. Dampak dari hal ini adalah guru bukannya satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
 b) Munculnya metode-metode pembelajaran yang baru, yang memudahkan siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Dengan kemajuan teknologi terciptalah metode-metode baru yang membuat siswa mampu memahami materi-materi yang abstrak, karena materi tersebut dengan bantuan teknologi bisa dibuat abstrak.
 c) Sistem pembelajaran tidak harus melalui tatap muka. Dengan kemajuan teknologi proses pembelajaran tidak harus mempertemukan siswa dengan guru, tetapi bisa juga menggunakan jasa pos internet dan lain-lain.Disamping itu juga muncul dampak negatif dalam proses pendidikan antara lain

 Negatif :
 a) Kerahasiaan alat tes semakin terancam Program tes inteligensi seperti tes Raven, Differential Aptitudes Test dapat diakses melalui compact disk.. Implikasi dari permasalahan ini adalah, tes psikologi yang ada akan mudah sekali bocor, dan pengembangan tes psikologi harus berpacu dengan kecepatan pembocoran melalui internet tersebut.
 b) Penyalah gunaan pengetahuan bagi orang-orang tertentu untuk melakukan tindak kriminal. Kita tahu bahwa kemajuan di badang pendidikan juga mencetak generasi yang berepngetahuan tinggi tetapi mempunyai moral yang rendah. Contonya dengan ilmu komputer yang tingi maka orang akan berusaha menerobos sistem perbangkan dan lain-lain.

 Berikut adalah contoh dampak negatif, terutama lebih mengarah pada teknologi informasi.
 1. Information Anxiety
 Banyaknya informasi yang diterima sering kali membuat kita kesulitan dalam memilah prioritas dan menentukan kebenaran informasi tersebut. Bahkan tidak jarang orang percaya begitu saja terhadap informasi yang diterimanya, tanpa terlebih dahulu menyelidiki kebenaran dari informasi yang dia terima. Sebagai contoh banyaknya kasus penipuan dengan hadiah yang cukup menggiurkan, sehingga tidak jarang banyak yang terjebak oleh informasi tersebut.
2.    Dehumanization
Hilangnya penghargaan atas nilai seseorang sebagai individu, digantikan dengan sederet angka identitas.
 3. Health Issues
 Stress yang ditimbulkan oleh penggunaan peralatan dan aplikasi berbasis teknologi informasi pengaruh radiasi gelombang elektromagnetik terutama pada ponsel, pengaruh radiasi layar monitor, masalah persendian akibat kesalahan penggunaan keyboard dan mouse, masalah ergonomis, dsb.
 4. Lost of Privacy
 Identitas digital yang dimiliki setiap orang membuat keberadaan orang tersebut selalu terdeteksi. Selain itu pemantauan CCTV secara kontinu akan mengganggu privasi dan kesehatan kita. Contoh : Di Inggris ada 4,2 juta CCTV. 1 juta diantaranya ada di London, secara rata-rata seorang warga London akan tertangkap di 300 CCTV per hari.
 5. Cookies
Semakin banyak informasi yang kita tampilkan dan share di internet, dengan atau tanpa kita sadari yang membuat peluang penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang. Contoh : Facebook, Twitter, Friendster.
 6. Digital Gap
 Semakin nyata adanya kesenjangan antara kelompok yang menguasai TI dengan kelompok yang tidak menguasai TI, baik dalam keseharian maupun dalam pekerjaan.
 7. Possible Massive Unemployment
 Implementasi TI secara besar-besaran dapat membawa dampak peningkatan jumlah pengurangan tenaga kerja, baik melalui PHK maupun menyempitnya peluang kerja bagi tenaga kerja yang tidak menguasai TI. Padahal belum tentu orang-orang yang tidak menguasai TI tidak memiliki kompetensi yang handal.
 8. Impact of Globalization on Culture
 Semakin menipisnya nilai-nilai budaya lokal akibat pengaruh globalisasi. Contohnya melalui internet, kita bisa mengunduh (download) lagu. Hanya saja, dari lagu yang diunduh tersebut, hampir tidak ada jenis lagu daerah. Sebagian besar adalah lagu-lagu modern dan bahkan lagu asing. Hal ini tentunya akibat dari perkembangan globalisasi, sehingga tidak jarang orang-orang (apalagi anak muda) menjadi malu jika masih melestarikan hal-hal kuno, seperti misalnya lagu daerah.

 Daftar Pustaka

(http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/04025/Kajian%20terhadap%20Aspek%20Psikologis%20dalam%20IS-Auditing.pdf ). tanggal akses 1 oktober 2012 jam 20.30

 http://febbyindrianiwahab.blogspot.com Tanggal 3 oktober 2012 jam 20.40



 http://liakalista.blogspot.com/. Tanggal akses 6 oktober 2012 jam 18.00



Sabtu, 02 Juni 2012

PENDEKATAN HERE-AND-NOW

PENDEKATAN HERE-AND-NOW

Kelompok terapi sangat menekankan pentingnya pengalaman di sini dan pada saat ini (here-and-now”. Fokus here-and-now ini, agar efektif, terdiri dari dua lapisan simbiotik, yang masing-masing tidak akan memiliki daya terapeutik tanpa yang lainnya.

Lapisan pertama adalah "experiencing" (mengalami): para angota kelompok hidup di sini dan pada saat ini; mereka mengembangkan perasaan yang kuat terhadap anggota-anggota lainnya, terapis, dan kelompok. Perasaan “di sini dan pada saat ini” itu menjadi wacana utama di dalam kelompok. Peristiwa yang sedang terjadi di dalam kelompok pada saat ini jauh lebih penting daripada peristiwa-peristiwa di luar kelompok maupun yang terjadi di masa lampau. Fokus ini sangat memfasilitasi perkembangan dan munculnya mikrokosme sosial setiap anggota; memfasilitasi timbulnya umpan balik, perasan haru, self-disclosure yang bermakna, dan perolehan teknik bersosialisasi. Kelompok menjadi lebih vital, dan semua anggotanya (tidak hanya yang sedang “bekerja” pada sesi yang bersangkutan) menjadi intensif keterlibatannya dalam pertemuan kelompok.

Tetapi fokus here-and-now itu akan cepat mencapai batas kegunaanya tanpa lapisan kedua, yaitu iluminasi proses. Jika faktor terapeutik yang sangat efektif, yaitu interpersonal learning, dikehendaki beraksi, maka kelompok harus mengenali, menelaah, dan memahami proses. Kelompok harus menelaah dirinya sendiri; harus mempelajari transaksinya sendiri; harus memunculkan pengalaman murni dan menerapkannya untuk mengintegrasikan pengalaman itu.

Jadi, penggunaan yang efektif dari fokus here-and-now itu dualistik: kelompok hidup di sini dan pada saat ini, dan juga melakukan cermin diri dengan menelaah perilaku di sini dan pada saat ini yang baru saja terjadi.
Jika kelompok itu dikehendaki efektif, maka kedua aspek here-and-now itu harus ada. Andaikata hanya aspek pertama (pengalaman did sini dan pada saat ini) yang ada, maka pengalaman kelompok itu intensif, para anggotanya merasa terlibat mendalam, dan ekspresi emosionalnya tinggi. Tetapi pengalaman tersebut akan pendek umurnya: para anggota tidak akan mempunyai kerangka kognitif yang memungkinkannya mempertahankan pengalaman kelompok itu, menggeneralisasikannya, dan menerapkan apa yang telah mereka pelajari itu pada situasi “did rumah”. Di pihak lain, jika hanya aspek kedua dari here-and-now (penelaahan proses) yang ada, maka kelompok itu akan kehilangan kegairahannya dan kebermaknaanya; merosot nilainya menjadi sekedar mengasah otak. Dengan demikian, terapis mempunyai dua fungsi dalam here-and-now: mengarahkan kelompok ke kehidupan di sini dan pada saat ini, dan membimbing mereka untuk melakukan refleksi guna menelaah proses.

TUGAS-TUGAS DASAR TERAPIS

TUGAS-TUGAS DASAR TERAPIS

Yalom mengemukakan bahwa terdapat tiga tugas fundamental seorang terapis kelompok, yaitu: (1) menciptakan dan memelihara kelompok, (2) membangun budaya kelompok, dan (3) activasi dan iluminasi “here-and-now”. Tetapi dalam bab ini hanya akan dibahas tugas membangun budaya kelompok.

Membangun Budaya Kelompok
Jika sebuah kelompok sudah terbentuk, tugas terapis adalah menjadikan kelompok itu sebagai sebuah sistem sosial terapeutik. Terapis berusaha menetapkan kode aturan perilaku, atau norma, yang akan menjadi pedoman interaksi kelompok. Norma ideal untuk sebuah kelompok terapi adalah yang mengikuti logika diskusi tentang faktor-faktor terapeutik pada bab-bab terdahulu.

Terdapat perbedaan penting antara terapis individual dan terapis kelompok. Dalam format individual, terapis berfungsi sebagai satu-satunya agen perubahan langsung. Di pihak lain, terapis kelompok berfungsi secara tidak langsung. Jadi, jika para anggota kelompok, dalam interaksinya, mengaktifkan faktor-faktor terapeutik itu, maka tugas terapis kelompok adalah menciptakan budaya kelompok yang semaksimal mungkin kondusif bagi interaksi kelompok yang efektif.

Tidak seperti jenis-jenis kelompok lainnya, para anggota kelompok terapi harus merasa bebas mengomentari perasaan yang mereka alami terhadap kelompok, anggota-anggota lain, dan terhadap terapis. Kejujuran dan spontanitas ekspresi harus didorong dalam kelompok ini. Jika kelompok ini ingin mengembangkan mikrokosme sosial yang sesungguhnya, para anggotanya harus berinteraksi secara bebas.

Norma ideal lainnya mencakup keterlibatan aktif dalam kelompok, menerima orang lain sebagaimana adanya, pembukaan diri yang ekstensif, berkeinginan untuk memahami diri sendiri ketidakpuasan akan bentuk perilaku saat ini dan semangat untuk berubah. Norma dapat berupa resep untuk membentuk ataupun menghilangkan jenis perilaku tertentu. Norma mempunyai unsur-unsur evaluatif penting untuk menentukan apakah para anggota harus atau tidak boleh melakukan perilaku tertentu. Norma juga dapat bersifat implisit ataupun eksplisit. Pada umumnya para anggota kelompok tidak merumuskan norma itu secara sadar.

Bagaimanakah Pemimpin Membentuk Norma?
Terdapat dua peran dasar yang dapat dimainkan oleh terapis dalam sebuah kelompok: pakar teknik dan partisipan model. Dalam kedua peran ini terapis membantu membentuk norma kelompok.

Pakar Teknik
Bila berperan sebagai pakar teknik, seorang terapis secara sengaja akan menggunakan berbagai teknik untuk mengerakkan kelompok ke arah yang dipandang ideal. Pada tahap awal mempersiapkan pasien untuk terapi kelompok, terapis secara eksplisit berusaha membentuk norma. Dalam prosedur ini, terapis secara hati-hati mengajar pasien tentang peraturan kelompok. Terapis berusaha menegakkan peraturan ini dengan dua cara: dengan mendukungnya dengan otoritas dan pengalamannya, dan dengan menyajikan rasional di belakang prosedur demi memperoleh dukungan nalar para pasien.

Model Partisipan
Terapis sebagai pemimpin kelompok membentuk norma tidak hanya melalui “social engineering” yang eksplisit maupun implicit, tetapi juga melalui pemberian contoh perilaku personal dalam kelompok. Budaya kelompok terapi sangat berbeda dengan aturan-aturan social yang sudah terbiasa bagi pasien. Pasien diminta membuang kebiasaan-kebiasaan social yang sudah dikenalnya, untuk mencoba perilaku baru, dan untuk mengambil banyak resiko. Berbagai hasil penelitian menujukkan bahwa modeling merupakan satu cara yang efektif untuk membentuk perilaku baru. Dengan memberikan contoh penerimaan yang “nonjudgmental” dan penghargaan terhadap kekuatan maupun kelemahan orang lain, terapis dapat membantu membentuk sebuah kelompok yang berorientasi kesehatan.

Kelompok Self-Monitoring
Penting bahwa kelompok mulai bertanggung jawab untuk keberfungsianya sendiri. Jika norma ini tidak berkembang, maka kelompok akan menjadi pasif dan para anggotanya sangat bergantung pada terapis untuk semua kegiatannya, dan terapis dapat menjadi sangat lelah.

Self-Disclosure (Pembukaan Diri)
Self-disclosure sangat esensial dalam proses terapi kelompok. Pasien tidak akan memperoleh manfaat dari terapi kelompok jika mereka tidak membuka dirinya sepenuhnya. Self-disclosure selalu merupakan tindakan interpersonal.

Norma Prosedural
Format prosedur yang optimal dalam kelompok bersifat tidak terstruktur, tidak dilatihkan, dan berinteraksi secara bebas. Tetapi format seperti ini tidak pernah terbentuk secara alami: banyak pembentukan budaya secara aktif dituntut dari pihak terapis. Terdapat banyak kecenderungan yang harus dibenahi oleh terapis. Kecenderungan alami sebuah kelompok baru adalah menghabiskan seluruh pertemuan untuk membahas masalah satu anggota kelompok secara bergiliran. Anggota-anggota itu dapat bergiliran; sering kali orang pertama yang berbicara atau orang yang menyampaikan tentang krisis kehidupan yang paling menekan pada minggu itu mendapatkan kesempatan untuk mengemukakan permasalahanya dalam pertemuan itu. Kelompok-kelompok tertentu sangat berkesulitan untuk mengubah fokus dari satu anggota ke anggota lainnya, karena satu norma telah berkembang di mana perubahan topik dianggap sebagai sesuatu yang jelek, tidak sopan, atau ditolak. Anggota-anggota itu mungkin memilih untuk berdiam diri dulu: mereka tidak berani menyela atau meminta giliran berbicara; tetapi diam-diam mereka berharap orang itu akan berhenti berbicara dengan sendirinya.

Pentingnya Kelompok bagi Para Anggotanya
Semakin penting para anggota memandang kelompoknya, akan semakin efektif kelompok itu. Yang paling ideal untuk kepentingan terapi adalah bila para pasien memandang pertemuan kelompok terapi itu sebagai peristiwa yang paling penting dalam kehidupanya setiap minggu. Terapis sebaiknya memperkuat keyakinan ini dengan berbagai cara.

Anggota sebagai Agen Bantuan
Kelompok berfungsi terbaik apabila para anggotanya saling menghargai bantuan yang dapat diberikan oleh masing-masing. Jika kelompok terus memandang terapis sebagai satu-satunya sumber bantuan, maka kelompok itu gagal mencapai tingkat otonomi yang optimal dan self-respect. Untuk memperkuat norma ini, terapis dapat menarik perhatian mereka pada insiden yang menunjukkan sikap saling membantu di kalangan para anggota. Terapis juga dapat mengajarkan cara yang paling efektif untuk saling membantu.

Dukungan
Sebagaimana sudah ditekankan pada bahasan tentang kohesivitas, sangat penting bahwa para anggota sebuah kelompok terapi untuk memandang kelompok sebagai lingkungan yang aman dan suportif. Akhirnya, dalam terapi berjangka panjang, banyak isu yang tidak menyenangkan harus dibicarakan dan dieksplorasi. Banyak pasien bermasalah dengan amarah atau arogansi atau merendahkan diri atau tidak peka atau sekedar gemar membantah. Kelompok terapi tidak dapat menawarkan bantuan tanpa kejadian seperti ini muncul dalam interaksi para anggotanya.

PENGINTEGRASIAN FAKTOR-FAKTOR TERAPEUTIK

PENGINTEGRASIAN FAKTOR-FAKTOR TERAPEUTIK

Kajian tentang faktor-faktor terapeutik dalam terapi kelompok diawali dengan rasional bahwa gambaran tentang faktor-faktor ini akan mengarah pada pengembangan panduan yang sistematik bagi para terapis dalam menentukan taktik dan strategi yang akan dipergunakannya. Paparan tentang faktor-faktor terapeutik pada Bab 1 bersifat komprehensif tetapi tidak dalam bentuk yang dapat diaplikasikan secara klinis. Penyebabnya adalah demi kejelasan, faktor-faktor tersebut disajikan sebagai entitas yang terpisah-pisah, padahal sesungguhnya mereka saling terkait dan tergantung satu dengan lainnya.

Pentingnya berbagai faktor terapeutik tersebut tergantung pada jenis terapi kelompok yang dipraktekkan. Kelompok-kelompok dengan populasi klinis yang berbeda-beda dan tujuan terapi yang bervariasi (misalnya kelompok pasien rawat jalan jangka panjang, kelompok pasien rawat inap, kelompok berobat jalan, kelompok pembentukan perilaku) mungkin akan menekankan rumpun factor terapeutik yang berbeda. Faktor-faktor terapeutik tertentu penting pada tahap tertentu, sedangkan factor lainnya menonjol pada tahap yang berbeda. Bahkan dalam kelompok yang sama, pasien yang berbeda mungkin mendapatkan faedah dari factor terapeutik yang berbeda pula, tergantung pada kebutuhannya, keterampilan sosialnya, struktur karakternya.

Faktor-faktor tertentu tidak selalu merupakan mekanisme perubahan yang independent melainkan berfungsi sebagai persyaratan untuk perubahan. Misalnya, “instillation of hope” dapat berfungsi terutama untuk mencegah mudah patah semangat dan untuk mempertahankan pasien di dalam kelompok hingga kekuatan lain yang lebih besar mengambil perannya. kohesivitas, yaitu perasaan menjadi anggota kelompok yang bermakna, bagi pasien-pasien tertentu, mungkin merupakan kendaraan utama untuk mencapai perubahan; sedangkan bagi pasien lainnya, kohesivitas penting untuk mendapatkan rasa aman dan dukungan yang memungkinkannya mengeksplorasi dirinya sendiri, mendapatkan umpan balik interpersonal, dan bereksperimen dengan perilaku baru.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa potensi komparatif dari factor-faktor terapeutik itu merupakan pertanyaan yang kompleks. Faktor yang berbeda mempunyai nilai yang berbeda bagi kelompok terapi yang berbeda, bagi kelompok yang sama pada tingkat perkembangan yang berbeda, dan bagi pasien yang berbeda dalam satu kelompok yang sama, tergantung pada kebutuhan dan kekuatan masing-masing individu. Namun demikian, secara keseluruhan, sebagian besar bukti penelitian menunjukkan bahwa interaksi interpersonal dan eksplorasi (yang mencakup catharsis dan pemahaman diri) dan group kohesivitas merupakan hasil dari terapi kelompok jangka panjang yang efektif, dan terapis kelompok yang efektif harus mengarahkan upayanya pada pengembangan sumber-sumber daya terapeutik ini secara maksimal.

KOHESIVITAS KELOMPOK

KOHESIVITAS KELOMPOK

Diawali dengan hipotesis bahwa kohesivitas dalam terapi kelompok adalah analog dari "relationship" dalam terapi individual, bab ini membahas bukti-bukti yang mendukung kohesivitas kelompok sebagai satu faktor terapeutik dan berbagai hal yang dipengaruhi oleh kohesivitas kelompok. Hasil berbagai penelitian sangat mendukung kesimpulan bahwa keberhasilan terapi didukung oleh hubungan antara terapis dan pasien, hubungan yang ditandai dengan kepercayaan, kehangatan, pemahaman empatik, dan penerimaan.

Jelas bahwa analog terapi kelompok dengan hubungan pasien-terapis dalam terapi individual merupakan satu konsep yang lebih luas: hubungan ini harus mencakup hubungan pasien tidak hanya dengan terapis kelompok tetapi juga dengan anggota-anggota kelompok lainnya dan dengan kelompoknya secara keseluruhan. Dalam buku ini, “cohesiveness” didefinisikan secara luas sebagai akibat dari semua kekuatan yang mempengaruhi semua anggota kelompok untuk tetap berada dalam kelompok, atau secara lebih sederhana, daya tarik kelompok bagi semua anggotanya.
Anggota-anggota sebuah kelompok yang kohesif saling menerima, saling mendukung, dan cenderung menjalin hubungan yang bermakna dalam kelompok. Kohesivitas tampaknya merupakan faktor yang signifikan dalam menentukan keberhasilan terapi kelompok. Dalam kondisi penerimaan dan pengertian, pasien akan lebih cenderung mengekspresikan dan mengeksplorasi dirinya sendiri, menyadari dan mengintegrasikan aspek-aspek self yang hingga saat itu tidak dapat diterimanya, dan berhubungan secara lebih mendalam dengan orang lain. Harga diri (self-esteem) sangat dipengaruhi oleh peranan pasien di dalam kelompok yang kohesif. Perilaku sosial yang dihargai oleh anggota-anggota kelompok adalah yang adaptif sosial bagi individu di luar kelompok.
Di samping itu, kelompok yang tingkat kohesinya tinggi adalah kelompok yang lebih stabil dengan tingkat kehadiran yang lebih baik dan tingkat terminasi yang lebih kecil. Bukti penelitian mengindikasikan bahwa stabilitas ini vital bagi keberhasilan terapi: terminasi dini mencegah diperolehnya keuntungan oleh pasien yang bersangkutan dan menghambat kemajuan anggota-anggota lainnya juga. Kohesivitas lebih memungkinkan terjadinya pembukaan diri (self-disclosure), pengambilan resiko, dan ekspresi konflik yang konstruktif dalam kelompok – fenomena yang memfasilitasi keberhasilan terapi.

INTERPERSONAL LEARNING

INTERPERSONAL LEARNING

Belajar interpersonal (interpersonal learning), sebagaimana didefinisikan oleh Yalom, merupakan faktor terapeutik yang luas dan kompleks, yang mengandung faktor-faktor terapeutik dalam terapi individual seperti insight, bekerja melalui transferensi, dan pengalaman emosional korektif, maupun proses-proses yang khas dalam setting terapi kelompok. Untuk mendefinisikan konsep interpersonal learning dan untuk mendeskripsikan mekanisme perubahan terapeutik yang dimediasikan oleh konsep ini pada individu, perlu dibahas terlebih dahulu tiga konsep lain yaitu:
1. Pentingnya hubungan interpersonal,
2. Pengalaman emosional korektif,
3. Kelompok sebagai social microcosm.

Pentingnya Hubungan Interpersonal
Dari perspektif apa pun kita mempelajari masyarakat manusia, kita mendapatkan bahwa hubungan interpersonal memainkan peranan yang sangat penting. Apakah kita mempelajari sejarah evolusi kemanusiaan ataupun meneliti perkembangan individu, kita harus selalu memandang umat manusia dalam matrix hubungan interpersonalnya. Terdapat data yang meyakinkan dari berbagai penelitian tentang budaya manusia primitif dan primata nonmanusia bahwa manusia selalu hidup dalam kelompok yang ditandai oleh hubungan yang kuat di antara para anggotanya. Perilaku interpersonal selalu adaptif terhadap berbagai situasi, dan tanpa hubungan interpersonal yang kuat, positif dan timbal balik, individu maupun spesies manusia tidak akan dapat bertahan hidup.

Pengalaman Emosional Korektif
Pengelaman emosional korektif dalam terapi kelompok mempunyai beberapa komponen:
1. Ekspresi emosi yang kuat yang diarahkan secara interpersonal dan kurang dipandang sebagai resiko oleh pasien;
2. Kelompok cukup suportif untuk memungkinkan pengambilan resiko ini;
3. Uji realita yang memungkinkan pasien untuk menelaah insiden itu dengan bantuan validitas konsensus dari pasien-pasien lain;
4. Mengenali ketidaktepatan perasaan dan perilaku interpersonal tertentu mengenali ketidaktepatan menghindari perilaku interpersonal tertentu;
5. Fasilitasi kemampuan individu untuk berinteraksi dengan orang lain secara lebih mendalam dan jujur.

Kelompok sebagai Social Microcosm
Jenis kaca mata konseptual apa pun yang dipergunakan oleh terapis atau observer, gaya interpersonal setiap pasien akhirnya akan tampak dalam transaksinya dalam kelompok. Gaya-gaya tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menimbulkan friksi interpersonal dan akan termanifestasi dengan sendirinya dalam kelompok secara lebih cepat daripada gaya-gaya lainnya. Misalnya, individu yang pemarah, pendendam, kasar, tidak menonjolkan diri, atau selalu menonjolkan diri, akan cepat terlihat dalam kehidupan kelompok. Pola hubungan sosial yang maladaptif akan tampak jelas secara jauh lebih cepat daripada pola-pola hubungan sosial dari individu yang secara halus mengeksploitasi orang lain atau mencapai keintiman hingga titik tertentu tetapi kemudian menarik diri karena menjadi merasa takut. Tahap awal terapi kelompok biasanya diarahkan untuk menangani pasien yang patologinya paling mencolok secara interpersonal. Gaya interpersonal tertentu menjadi sangat jelas dari satu transaksi, gaya lainnya dari satu pertemuan kelompok, tetapi ada pula yang membutuhkan observasi beberapa bulan untuk memahaminya. Pengembangan kemampuan mengidentifikasi perilaku interpersonal adaptif dalam mikrokosme sosial dan memanfaatkannya untuk keperluan terapi merupakan salah satu tujuan penting dari program pelatihan bagi terapis.


Mekanisme interpersonal learning sebagai satu faktor terapeutik adalah:
1. Simtomatologi psikiatrik berasal dari hubungan interpersonal yang terganggu. Tugas psikoterapi adalah membantu pasien belajar cara mengembangkan hubungan interpersonal yang bebas distorsi dan memuaskan.
2. Kelompok psikoterapi, asalkan perkembangannya tidak terganggu oleh keterbatasan struktural yang parah, berkembang menjadi satu mikrokosme sosial, sebuah penjelmaan mini dari dunia sosial pasien.
3. Anggota kelompok, melalui validasi konsensus dan observasi diri, menjadi sadar akan aspek-aspek penting dari perilaku interpersonalnya: kekuatannya, keterbatasannya, distorsi parataksiknya, dan perilaku maladaptifnya yang menimbulkan respon yang tak diharapkan dari orang lain. Pasien belum pernah belajar membedakan antara aspek-aspek baik dan buruk dari perilakunya. Kelompok terapi, dengan dorongan umpan balik yang tepat, dapat membuat pasien memahami perbedaan itu.
4. Terjadi rangkaian peristiwa interpersonal yang teratur:
a. Tayangan patologi – pasien memperlihatkan perilakunya.
b. Melalui umpan balik dan observasi diri, pasien
(1) Menjadi pengamat yang lebih baik terhadap perilakunya sendiri;
(2) Memahami dampak perilaku tersebut terhadap
(a) Perasaan orang lain;
(b) Pendapat orang lain tentang dirinya;
(c) Pendapat dirinya tentang dirinya sendiri.
5. Pasien yang sudah sepenuhnya menyadari rangkaian ini juga menjadi sadar akan tanggung jawab pribadi untuknya: setiap individu merupakan pengarang dunia pribadinya sendiri.
6. Individu yang sepenuhnya menerima tanggung jawab pribadi untuk dunia interpersonal tersebut juga akan menerima segala akibat dari temuannya itu, bahwa sang pencipta dunia inilah yang mampu mengubahnya.
7. Kedalaman dan kebermaknaan kesadaran ini langsung proporsional dengan kadar dampak yang terkait dengan rangkaian tersebut. Semakin riil dan semakin emosional suatu pengalaman, akan semakin kuat juga dampaknya; semakin objektif dan semakin intelektual pengalaman itu, akan semakin kecil efektivitas belajar itu.
8. Sebagai akibat dari kesadaran ini, pasien lambat laun berubah dengan mengambil resiko untuk menciptakan cara-cara baru dalam berhubungan dengan orang lain. Kemungkinan bahwa perubahan itu akan terjadi merupakan fungsi dari:
a. Motivasi pasien untuk berubah dan tingkat ketidaknyamanan dan ketidakpuasan pribadi terhadap bentuk perilaku saat ini;
b. Keterlibatan pasien dalam kelompok – yaitu seberapa banyak pasien membiarkan kelompok untuk mempersoalkanya;
c. Kekakuan struktur karakter dan gaya personal pasien.
9. Perubahan perilaku dapat membangkitkan satu siklus baru interpersonal learning melalui observasi diri dan umpan balik dari orang lain.
10. Konsep social microcosm ini dua arah: tidak hanya perilaku luar yang termanifestasikan dalam kelompok, tetapi perilaku yang dipelajari dalam kelompok juga akhirnya terbawa ke dalam lingkungan sosial pasien dan perubahan akan muncul dalam perilaku interpersonalnya di luar kelompok.
11. Lambat laun suatu spiral adaptif terjadi, mula-mula di dalam dan kemudian di luar kelompok. Jika distorsi interpersonal orang itu berkurang, maka kemampuannya untuk menjalin hubungan yang menguntungkan pun bertambah. Kecemasan sosial berkurang; harga diri meningkat; kecenderungan untuk menyembunyikan diri semakin berkurang; orang lain merespon secara positif terhadap perilaku ini dan semakin banyak menunjukkan persetujuan dan penerimaan terhadap pasien, yang selanjutnya lebih meningkatkan lagi harga diri dan memicu lebih banyak perubahan. Akhirnya spiral adaptif itu mencapai tingkat otonomi dan efikasi sedemikian rupa sehingga terapi profesional tidak dibutuhkannya lagi.

Transference dan Insight
Transferensi dan wawasan memainkan dua peranan sentral dalam sebagian besar formulasi proses terapi. Transferensi adalah suatu bentuk distorsi persepsi interpersonal.

Wawasan tidak dapat dideskripsikan secara tepat ; dia bukan sebuah konsep kesatuan. Secara umum, insight dapat diartikan sebagai “melihat ke dalam": suatu proses yang mencakup klarifikasi, penjelasan, dan derepresi. Insight terjadi bila orang menemukan sesuatu yang penting tentang dirinya sendiri – tentang perilakunya, sistem motivasinya, atau ketidaksadarannya.
Dalam proses terapi kelompok, pasien dapat memperoleh insight sekurang-kurangnya pada empat level:
1. Pasien mungkin memperoleh perspektif yang lebih objektif tentang presentasi interpersonalnya.
2. Pasien mungkin memperoleh pemahaman tentang pola perilakunya yang lebih kompleks dengan orang lain.
3. Level ketiga dapat disebut dengan istilah motivational insight. Pada level ini, pasien mungkin memahami mengapa mereka melakukan apa yang dilakukannya terhadap dan dengan orang lain.
4. Insight level keempat, yaitu genetic insight, berusaha membantu pasien memahami bagaimana mereka menjadi dirinya saat ini. Melalui eksplorasi terhadap sejarah perkembangan pribadinya, pasien memahami asal-usul pola perilakunya saat ini.