Menurut Prawitasari, 1993 (dalam Subandi, 2000) istilah psikoterapi
(dan konseling) memiliki pengertian sebagai suatu cara yang dilakukan
oleh para profesional (psikolog, psikiater, konselor, dokter, guru,
dsb.) dengan tujuan untuk menolong klien yang mengalami problematika
psikologis. Lebih lanjut Prawitasari menjelaskan tentang tujuan
psikoterapi secara lebih spesifik meliputi beberapa aspek kehidupan
manusia antara lain:
Memperkuat motivasi untuk melakukan hal-hal yang benar,
Mengurangi tekanan emosi melalui pemberian kesempatan untuk mengekspresikan perasaan yang dalam,
Membantu klien mengembangkan potensinya,
Mengubah kebiasaan dan membentuk tingkah laku baru,
Mengubah struktur kognitif,
Meningkatkan pengetahuan dan kapasitas untuk mengambil keputusan dengan,
Meningkatkan pengetahuan diri dan insight,
Meningkatkan hubungan antar pribadi,
Mengubah lingkungan sosial individu,
Mengubah proses somatik supaya mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kesadaran tubuh melalui latihan-latihan fisik,
Mengubah status kesadaran untuk mengembangkan kesadaran, kontrol dan kreativitas diri.
Dari kutipan di atas tampak jelas bahwa persoalan yang ditangani oleh
psikoterapis barat menyangkut masalah-masalah yang bersifat
fisiologis-emosional-kognitif-behavioral-sosial. Meskipun jangkauannya
bervariasi, seringkali konotasi menjadi sempit, yaitu hanya mengarah
kepada suatu usaha dalam proses penyembuhan, menghilangkan persoalan dan
gangguan. Walaupun sebenarnya ada beberapa psikoterapis yang memasukan
isu pengembangan diri sebagai agenda dalam terapi. Tetapi secara umum
orang akan selalu beranggapan bahwa jika ada seseorang sedang menjalani
suatu psikoterapi, berarti sedang berusaha menyembuhkan diri.
Gambaran mengenai Psikoterapi Islam sendiri memiliki ruang lingkup
dan jangkauan yang lebih luas. Selain menaruh perhatian pada proses
penyembuhan, psikoterapi Islam sangat menekankan pada usaha peningkatan
diri, seperti membersihkan kalbu, menguasai pengaruh dorongan primitif,
meningkatkan derajat nafs, menumbuhkan akhlaqul karimah dan meningkatkan
potensi untuk menjalankan amanah sebagai hamba Allah dan khalifah di
muka bumi. Mappiare, 1996 (dalam Subandi, 2000) menekankan bahwa
psikoterapi Islam bertujuan untuk mengembalikan seorang pribadi pada
fitrahnya yang suci atau kembali ke jalan yang lurus. Lebih jauh lagi
Hamdani, 1996-a (dalam Subandi, 2000) menyebutkan bahwa psikoterapi juga
perlu memberikan bimbingan kepada seseorang untuk menemukan hakekat
dirinya, menemukan Tuhannya dan menemukan rahasia Tuhan.
Psikoterapi Islam tidak hanya memberikan terapi pada orang-orang yang
“sakit” sesuai dengan kriteria mental-psikologis-sosial, tetapi juga
perlu ikut menangani orang-orang yang “sakit” secara moral dan
spiritual. Jadi ukuran yang dijadikan sebagai standar untuk menentukan
kriteria suatu tingkah laku itu perlu diterapi atau tidak, yang
pertama-tama adalah nilai moral-spiritual dalam Islam. Baru kemudian
mengacu pada kriteria-kriteria psikologi yang ada.
Teori-teori psikologi pada umumnya terlalu berorientasi pada manusia
atau antroposentris (Bastaman, 1995 dalam Subandi, 2000), sehingga
ukuran kebenarannya juga dari kacamata manusiawi. Sedangkan dalam
perspektif psikologi Islami dalam hal ini psikoterapi Islam kebenarannya
harus dikembalikan kepada Al-Quran dan sunnah (Al-Hadis).
Bentuk Psikoterapi Berwawasan Islam
Muhammad Mahmud Mahmud (dalam Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2001),
seorang psikolog muslim ternama membagi psikoterapi Islam dalam dua
kategori, pertama, bersifat duniawi berupa pendekatan dan teknik-teknik
pengobatan psikis setelah memahami psikopatologi dalam kehidupan nyata.
Psikoterapi duniawi merupakan hasil daya upaya manusia berupa
teknik-teknik terapi atau pengobatan kejiwaan yang didasarkan atas
kaidah-kaidah insaniyah. Kedua, bersifat ukhrawi, berupa bimbingan
mengenai nilai-nilai moral, spiritual dan agama, dan kedua model
psikoterapi ini satu sama lain saling terkait.
Menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir (2001) psikoterapi dalam Islam
yang dapat menyembuhkan semua aspek psikopatologi, baik yang bersifat
duniawi, ukhrawi maupun penyakit manusia modern adalah sebagaimana
ungkapan dari Ali bin Abi Thalib sebagai berikut:
Obat hati itu ada lima macam:
membaca Al-Quran sambil mencoba memahami artinya,
melakukan shalat malam,
bergaul dengan orang yang baik atau shalih,
memperbanyak shaum atau puasa,
dzikir malam hari yang lama.
Barang siapa yang mampu melakukan salah salah satu dari kelima macam
obat hati tersebut maka Allah akan mengabulkannya (permintaannya dengan
menyembuhkan penyakit yang diderita).
Al-Quran dianggap sebagai terapi yang pertama dan utama, sebab di
dalamnya terdapat rahasia mengenai bagaimana menyembuhkan penyakit jiwa
manusia. Tingkat kemujarabannya sangat tergantung seberapa jauh tingkat
sugesti keimanan seseorang. Sugesti yang dimaksud dapat diraih dengan
mendengar, membaca, memahami dan merenungkan, serta melaksanakan isi
kandungannya:
Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Isra, 71:82).
Terapi yang kedua adalah melakukan shalat malam (qiyamul lail).
Keampuhan terapi shalat sunnah ini sangat terkait dengan pengamalan
shalat wajib, sebab kedudukan terapi shalat sunnah hanya menjadi
suplemen bagi terapi shalat wajib. Adapun hikmah dari pelaksanaan shalat
malam dalam hal ini shalat tahajud adalah:
1. Mendapat kedudukan terpuji di hadapan Allah SWT.
Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai
suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke
tempat yang Terpuji. (QS. Al-Israa, 71:79).
2. Memiliki kepribadian orang-orang salih yang dekat dengan Allah SWT., terhapus dosanya dan terhindar dari perbuatan munkar.
3. Jiwanya selalu hidup sehingga mudah mendapatkan ilmu dan ketentraman dan dijanjikan kenikmatan syurga.
4. Doanya makbul, mendapat ampunan Allah SWT., dan dilapangkan rizkinya.
5. Ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT.
Shalat secara umum memiliki empat aspek terapeutik, pertama adalah
aspek olahraga, karena shalat adalah suatu proses yang menuntut
aktivitas fisik yang di dalamnya terdapat proses relaksasi. Salah satu
teknik yang banyak dipakai dalam proses terapi gangguan jiwa adalah
latihan relaksasi. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Nizami
diungkap bahwa shalat menghasilkan bio energi yang menghantarkan si
pelaku dalam situasi seimbang (equilibrium). Hasil penelitian lainnya
dari Arif Wisono Adi, 1985 (dalam Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori,
1994) menunjukan adanya korelasi negatif yang signifikan antara
keteraturan menjalankan shalat dengan tingkat kecemasan. Makin rajin dan
teratur orang melakukan shalat maka makin rendah tingkat kecemasannya.
Kedua adalah aspek meditasi. Shalat adalah proses yang menuntut
konsentrasi yang dalam (khusuk) dan kekhusukan dalam shalat adalah suatu
proses meditasi, yang dalam beberapa penelitian dikatakan bahwa
aktivitas meditasi dapat menghilangkan kecemasan.
Ketiga adalah aspek auto-sugesti. Bacaan dalam pelaksanaan shalat
adalah ucaapan yang dipanjatkan pada Allah. Di samping berisi pujian
pada Allah juga berisikan doa dan permohonan pada Allah agar selamat di
dunia dan di akhirat. Proses shalat pada dasarnya adalah terapi yang
tidak berbeda dengan terapi “self-hypnosis” dengan mensugesti diri
sendiri dengan mengucapakan hal-hal yang baik pada diri sendiri agar
memiliki sifat yang baik tersebut.
Keempat adalah aspek kebersamaan. Hal ini tampak pada saat
pelaksanaan shalat berjamaah yang pada pelaksanaannya memupuk rasa
kebersamaan. Beberapa ahli psikologi berpendapat bahwa perasaan
“keterasingan” dari orang lain adalah penyebab utama terjadinya gangguan
jiwa. Dengan shalat berjamaah perasaan terasing dari orang lain itu
dapat hilang.
Terapi yang ketiga adalah bergaul dengan orang salih. Orang yang
salih adalah orang yang mampu mengintegrasikan dirinya dan mampu
mengaktualisasikan potensinya semaksimal mungkin dalam berbagai dimensi
kehidupan. Jika seseorang dapat bergaul dengan orang salih maka
nasihat-nasihat dari orang salih tersebut akan dapat memberikan terapi
bagi kelainan atau penyakit mental seseorang. Dalam terminologi tasawuf
hal ini tergambar pada seorang guru sufi atau mursyid yang memiliki
ketajaman batin terhadap kondisi penyakit muridnya.
Terapi yang keempat adalah melakukan puasa. Maksud puasa di sini
adalah menahan (imsak) diri dari segala perbuatan yang dapat merusak
citra fitri manusia. Al-Ghazali mengemukakan bahwa hikmah berpuasa
(menahan rasa lapar) adalah:
Menjernihkan kalbu dan mempertajam pandangan akal
Melembutkan kalbu sehingga mampu merasakan kenikmatan batin
Menjauhkan perilaku yang hina dan sombong, yang perilaku ini sering mengakibatkan kelupaan
Mengingatkan jiwa manusia akan cobaan dan azab Allah, sehingga sangat hati-hati di dalam memilih makanan
Memperlemah syahwat da tertahannya nafsu amarah yang buruk
Mengurangi tidur untuk diisi dengan berbagai aktivitas ibadah
Mempermudah untuk selalu tekun beribadah
Menyehatkan badan dan jiwa
Menumbuhkan kepedulian sosial
Menumbuhkan rasa empati
Terapi yang kelima adalah zikir. Dalam arti sempit zikir berarti
menyebut asma-asma agung dalam berbagai kesempatan. Sedangkan dalam arti
yang luas, zikir mencakup pengertian mengingat segala keagungan dan
kasih sayang Allah SWT. yang telah diberikan kepada kita, sambil
mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Zikir dapat
mengembalikan kesadaran seseorang untuk mengingat, menyebut dan
mereduksi kembali hal-hal yang tersembunyi dala hatinya. Zikir juga
mampu mengingatkan seseorang bahwa yang membuat dan menyembuhkan
penyakit hanyalah Allah SWT., semata sehingga zikir mampu memberi
sugesti penyembuhannya, melakukan zikir sama nilainya dengan terapi
relaksasi.
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra’d, 13:28).s
Rabu, 04 April 2012
Psikoterapi Suportif
Psikoterapi merupakan jenis pengobatan kedokteran untuk menangani
gangguan mental emosional. Caranya dengan mengubah pola pikiran,
perasaan dan perilaku penderita agar terjadi keseimbangan diri
penderita.
Tujuan dari psikoterapi adalah untuk menguatkan daya tahan mental pasien, mengembangkan mekanisme daya tahan mental yang baru, dan meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan.
Psikoterapi ditujukan bagi penanganan semua jenis gangguan jiwa seperti depresi, panik, gelisah, dan gangguan jiwa lain.
Jenis
Psikoterapi memiliki beberapa jenis yang disesuakan dengan kondisi pasien. Beberapa jenis tersebut, antara lain:
1. Ventilasi
Psikoterapi ini memebrikan kebebasan kepada pasien untuk mengemukakan isi hatinya. Dengan demikian pasien merasa lega dan keluhannya berkurang.
2. Pesuasi
Psikoterapi jenis ini dilakukan dengan menerangkan secara masuk akal tentang gejala ayng timbul akibat cara berpikir terhadap masalah yang dihadapi. Terapi ini membangun mental pasien, serta meyakinkan pasien dengan alasan yang masuk akal bahwa gejalanya akan hilang.
3. Psikoterapi reassurance
Psikoterapi jenis ini berusaha meyakinkan kembali kemapuan pasien untuk menghadapi masalahnya.
4. Psikoterapi sugestif
Psikoterapi ini menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa gangguannya akan hilang.
5. Bimbingan
Psikoterapi ini diberikan dengan penuh wibawa dan pengertian. Caranya dengan memberikan nasehat kepada pasien.
6. Penyuluhan
Penyuluhan akan membantu pasien untuk memahami dirinya secara lebih baik.
Penerapan
Psikoterapi dapat diterapkan pada gangguan psikotik, gangguan somatis, dan gangguan penyesuaian.
Tujuan dari psikoterapi adalah untuk menguatkan daya tahan mental pasien, mengembangkan mekanisme daya tahan mental yang baru, dan meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan.
Psikoterapi ditujukan bagi penanganan semua jenis gangguan jiwa seperti depresi, panik, gelisah, dan gangguan jiwa lain.
Jenis
Psikoterapi memiliki beberapa jenis yang disesuakan dengan kondisi pasien. Beberapa jenis tersebut, antara lain:
1. Ventilasi
Psikoterapi ini memebrikan kebebasan kepada pasien untuk mengemukakan isi hatinya. Dengan demikian pasien merasa lega dan keluhannya berkurang.
2. Pesuasi
Psikoterapi jenis ini dilakukan dengan menerangkan secara masuk akal tentang gejala ayng timbul akibat cara berpikir terhadap masalah yang dihadapi. Terapi ini membangun mental pasien, serta meyakinkan pasien dengan alasan yang masuk akal bahwa gejalanya akan hilang.
3. Psikoterapi reassurance
Psikoterapi jenis ini berusaha meyakinkan kembali kemapuan pasien untuk menghadapi masalahnya.
4. Psikoterapi sugestif
Psikoterapi ini menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa gangguannya akan hilang.
5. Bimbingan
Psikoterapi ini diberikan dengan penuh wibawa dan pengertian. Caranya dengan memberikan nasehat kepada pasien.
6. Penyuluhan
Penyuluhan akan membantu pasien untuk memahami dirinya secara lebih baik.
Penerapan
Psikoterapi dapat diterapkan pada gangguan psikotik, gangguan somatis, dan gangguan penyesuaian.
Seputar Psikoterapi
Terapi diambil dari kata Yunani therapeia yang
berarti menyembuhkan. Secara harfiah, terapi berarti menyembuhkan
pikiran atau jiwa. Secara ini, hampir secara umum arti psikoterapi
diperluas menjadi menyembuhkan pikiran secara psikologis yang diterapkan
oleh praktisi yang terlatih dan bersertifikat (Nelson-Jones, R., 2011).
Adapun tujuan diadakannya terapi adalah
menangani gangguan mental berat, mengatasi kecemasan dan fobia tertentu,
dan membantu seseorang untuk menemukan makna dan tujuan dalam hidup
(Nurhayati, Eti, 2011).
Macam-macam psikoterapi menurut Nurhayati (2011):
1. Terapi Aqua Energetic
Terapi aqua energetic adalah sebuah terapi yang menggunakan pemanfaatan tenaga air yang biasanya dilakukan dalam bentuk terapi kelompok.
Proses terapi ini untuk memfasilitasi
sekelompok orang yang melakukan relaksasi dari sekelompok ketegangan
otot kronis dengan cara memperbaiki proses pernafasan secara alami,
dalam sebuah kolam yang disesuaikan dengan temperature tubuh. Lingkungan
kolam yang hangat memudahkan pengurangan maupun pelepasan tekanan emosi
dan kejadian-kejadian traumatik seseorang untuk meningkatkan
personalitas yang sehat.
2. Terapi Covert Conditioning
Terapi covert conditioning
adalah sebuah terapi dengan proses pengkondisian yang tersembunyi dimana
klien diminta untuk membayangkan tentang tingkah laku yang dianggap
tidak menyenangkan.
2. Terapi Focusing
Terapi focusing adalah suatu
jenis introspeksi khusus dengan cara ,memusatkan pikiran dan perhatian,
baik dengan pikiran yang rendah maupun yang lebih kompleks dan abstrak.
Dalam focusing seseorang tidak memikirkan tentang suatu permasalahan atau menganalisanya, tapi dia merasakannya secara tiba-tiba.
3. Terapi Multimodal
Terapi multimodal adalah suatu
pendekatan psikoterapi yang komprehensif yang mencakup tujuh modalitas
interaksi yang dapat mempengaruhi pola sikap hidup manusia yang terdiri
dari: Behaviour (B), Affect (A), Sensation (S), Imagery (I), Cognition (C), Interpersonal Relationships (I), dan Drugs (D)
atau faktor biologis. Teknik ini menggunakan suatu perspektif
pembelajaran sosial yang luas untuk mencatat perkembangan dan perubahan
pribadi.
4. Terapi poetry
Poetry therapy adalah salah
satu terapi yang menggunakan sebuah puisi dalam pengobatan. Proses
pengobatan ini bisa dilakukan secara individual maupun kelompok. Puisi
berdasarkan pengalaman pengobatan adalah sebbuah fenomena yang bersifat
tidak tetap dan metode tambahan yang digunakan sebagai pelengkap pada
psikoterapi pada umumnya.
5. Terapi Feminis
Yang melatar belakangi terapi ini adalah survey yang pernah dilakukan oleh APA (American Psychological Association) membenarkan adanya bias gender dalam penggunaan psikoterapi, yaitu:
- Terapis memelihara paradigma tradisional terhadap peran domestik perempuan.
- Klien perempuan tidak mendapatkan penghargaan secara moral oleh terapis, dan terapis membatasi harapan klien perempuan untuk menggali potensi-potensi mereka.
- Terapis cenderung memegang teguh konses psikoanalisis Freudian yang berkaitan dengan peran seks yang disosialisasikan dalam keluarga.
- Terapis menempatkan klien perempuan sebagai objek seks sehingga dalam batas-batas tertentu masih mengindikasikan pelecehan peran perempuan.
Sumber referensi:
Nurhayati, Eti. (2011). Bimbingan, konseling, & psikoterapi inovatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nelson-Jones, R. (2011). Teori dan praktik konseling dan terapi. Translation from english language edtion: Theory and practice counceling and therapy. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sebuah Pengantar Psikoterapi
Psikoterapi
adalah proses difokuskan untuk membantu Anda menyembuhkan dan
konstruktif belajar lebih banyak bagaimana cara untuk menangani masalah
atau isu-isu dalam kehidupan Anda. Hal ini juga dapat menjadi proses
yang mendukung ketika akan melalui periode yang sulit atau stres
meningkat, seperti memulai karier baru atau akan mengalami perceraian.
Umumnya
psikoterapi dianjurkan bila seseorang bergulat dengan kehidupan,
masalah hubungan atau kerja atau masalah kesehatan mental tertentu, dan
isu-isu atau masalah yang menyebabkan banyak individu yang besar rasa
sakit atau marah selama lebih dari beberapa hari. Ada
pengecualian untuk aturan umum, tetapi sebagian besar, tidak ada
salahnya untuk pergi ke terapi bahkan jika Anda tidak sepenuhnya yakin
Anda akan mendapat manfaat dari itu. Jutaan orang mengunjungi
psikoterapis setiap tahun, dan sebagian besar penelitian menunjukkan
bahwa orang yang melakukannya manfaat dari interaksi. Kebanyakan terapis
juga akan jujur dengan Anda jika mereka yakin Anda tidak akan
mendapatkan keuntungan atau pendapat mereka, tidak perlu psikoterapi.
Psikoterapi modern
sangat berbeda dengan versi Hollywood. Biasanya, kebanyakan orang
melihat terapis mereka sekali seminggu selama 50 menit. Untuk obat-janji
saja, sesi akan bersama seorang perawat kejiwaan atau psikiater dan
cenderung terakhir hanya 15 sampai 20 menit. Janji ini pengobatan
cenderung dijadwalkan sekali per bulan atau sekali setiap enam minggu.
Kebanyakan
psikoterapi cenderung berfokus pada pemecahan masalah dan berorientasi
pada tujuan. Itu berarti pada awal perawatan, Anda dan terapis Anda
memutuskan perubahan spesifik yang Anda ingin lakukan dalam kehidupan
Anda. Tujuan ini akan sering dipecah ke dalam tujuan dicapai lebih kecil
dan dimasukkan ke dalam rencana pengobatan formal. Sebagian
psikoterapis hari bekerja dan fokus pada membantu Anda untuk mencapai
tujuan tersebut. Hal ini dilakukan hanya melalui berbicara dan membahas
teknik yang dapat menyarankan terapis yang dapat membantu Anda lebih
menavigasi daerah-daerah yang sulit dalam kehidupan Anda. Seringkali
psikoterapi akan membantu mengajar orang tentang gangguan mereka juga,
dan menyarankan mekanisme bertahan tambahan bahwa orang tersebut dapat
menemukan lebih efektif.
Kebanyakan
psikoterapi hari ini adalah jangka pendek dan berlangsung kurang dari
setahun. Kebanyakan gangguan mental yang umum sering dapat diatasi dalam
waktu tersebut, sering dengan kombinasi psikoterapi dan obat-obatan .
Psikoterapi
yang paling berhasil ketika individu memasuki terapi sendiri dan
memiliki keinginan kuat untuk berubah. Jika Anda tidak ingin mengubah,
perubahan akan lambat datang. Ubah berarti mengubah aspek-aspek
kehidupan Anda yang tidak bekerja untuk Anda lagi, atau berkontribusi
masalah atau isu yang sedang berlangsung. Hal ini juga yang terbaik
untuk menjaga pikiran yang terbuka sedangkan di psikoterapi, dan
bersedia untuk mencoba hal baru yang biasanya Anda tidak dapat
melakukannya. Psikoterapi sering sekitar menantang seseorang ada
serangkaian keyakinan dan sering, seseorang sangat diri. Hal ini paling
berhasil apabila seseorang mampu dan mau untuk mencoba melakukan hal ini
dalam lingkungan yang aman dan mendukung.
Pengertian Psikologi Pendidikan
A. Pendahuluan
Psikologi pendidikan adalah studi yang
sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang
berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington, 1982:10).
Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara
psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak
mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan
bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar.
Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada
persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan tindakan belajar.
Karena konsentrasinya pada persoalan
belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek
didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah
pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini
agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan
kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap
berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.
B. Mendorong Tindakan Belajar
Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki
sejumlah besar pengetahuan tertentu, dan berkewajiban menyebarluaskannya
kepada orang lain. Demikian juga, subjek didik sering dipersepsikan
sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan
pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak informasi
pengetahuan yang mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang mereka
peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan yag mereka dapatkan
sebagai individu terdidik.
Anggapan-anggapan seperti ini,
meskipun sudah berusia cukup tua, tidak dapat dipertahankan lagi. Fungsi
pendidik menjejalkan informasi pengetahuan sebanyak-banyakya kepada
subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat
keseluruhan informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa
pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas.
Dengan kata lain, pengetahuan-pengetahuan (yang dalam perasaan dan
pikiran manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan
berubah-ubah, tidak mutlak (Goble, 1987 : 46). Gugus pengetahuan yang
dikuasai dan disebarluaskan saat ini, secara relatif, mungkin hanya
berfungsi untuk saat ini, dan tidak untuk masa lima hingga sepuluh tahun
ke depan. Karena itu, tidak banyak artinya menjejalkan informasi
pengetahuan kepada subjek didik, apalagi bila hal itu terlepas dari
konteks pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun demikian bukan berarti fungsi
traidisional pendidik untuk menyebarkan informasi pengetahuan harus
dipupuskan sama sekali. Fungsi ini, dalam batas-batas tertentu, perlu
dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial
yang lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk memadukan
informasi-informasi yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu
falsafah yang utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa menjadi
seorang pendidik dewasa ini berarti juga menjadi “penengah” di dalam
perjumpaan antara subjek didik dengan himpunan informasi faktual yang
setiap hari mengepung kehidupan mereka.
Sebagai penengah, pendidik harus
mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi pengetahuan tertentu dan
mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh
subjek didik.Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik
membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia
sekitarnya. Pada momentum inilah tindakan belajar dalam pengertian yang
sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek didik belajar mengkaji
kemampuannya secara realistis dan menerapkannya untuk mencapai
kebutuhan-kebutuhannya.
Dari deskripsi di atas terlihat bahwa
indikator dari satu tindakan belajar yang berhasil adalah : bila subjek
didik telah mengembangkan kemampuannya sendiri. Lebih jauh lagi, bila
subjek didik berhasil menemukan dirinya sendiri ; menjadi dirinya
sendiri. Faure (1972) menyebutnya sebagai “learning to be”.
Adalah tugas pendidik untuk
menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar
secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar
memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks,
melainkan mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan
membantu subjek didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang
diinginkan (Whiteherington, 1982:77). Inilah fungsi motivator,
inspirator dan fasilitator dari seorang pendidik.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar
Agar fungsi pendidik sebagai
motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka
pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan
hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas
dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud,
1985 :11).
1. Faktor
Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup
faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan
faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut
menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek
didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan
kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ;
juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling
sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang meliputi
lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian.
Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada
sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil
yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial
yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan
pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk
dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong
perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software).
Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks
dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar.
Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan
faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas
pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang
berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual
subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran
jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi
jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai
untuk memulai tindakan belajar.
2. Faktor
Psikologis
Faktor-faktor
psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar
jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak
dapat dibahas secara
terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku
belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir
sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti
perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
2.1.
Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek
didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik
hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya
kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek
didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi
pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran
dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran
(role playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini
juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian
yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah,
yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu,
seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik
keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian
psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan
ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja.
2.2.
Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan
dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan,
pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya
pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu
pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses
pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas
pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara
unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya
dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa
unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan
informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui
penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu
mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material
pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan
pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ;
bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.
2.3.
Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang
berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2)
menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi
inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk
menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral
peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu
mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan
ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik
pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai
dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih
dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik
pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan
bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa
rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang
menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam),
b (bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan
menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya
pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada
siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan
tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan
pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung
semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan
dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai
untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus
mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak
terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran
sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang
atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya.
Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu
submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni
pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari,
tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang
telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan
tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons
tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan
subjek didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan
material pembelajaran yang telah diberikan.
2.4.
Berfikir
Definisi yang paling umum dari
berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam
Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide
dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara
bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang
berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa
berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan
berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan
pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia
alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan
sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda.
Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah
mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik
yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang
“selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung
melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para
pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian
pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan
mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka.
Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi
subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
2.5.
Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek
didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu.
Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah
bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam
ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif
tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik.
Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin
mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik
tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam
keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik,
pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini,
umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di
antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong
subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun
demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak
mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan
melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik
prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik
dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus
membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan
melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan
prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.
fase atau periodisasi psikologi perkembangan individu
Menurut beberapa para ahli, ada
beberapa fase atau periodisasi psikologi perkembangan individu,
yaitu:
1. Periodisasi yang berdasar
biologis.
Periodisasi
atau pembagian masa-masa perkembangan ini didasarkan kepada keadaan atau proses
biologis tertentu. Pembagian Aristoteles didasarkan atas gejala
pertumbuhan jasmani yaitu antara fase satu dan fase kedua dibatasi oleh
pergantian gigi, antara fase kedua dengan fase ketiga ditandai dengan mulai
bekerjanya kelenjar kelengkapan kelamin. Fase-fase tersebut yaitu a) Fase anak
kecil : 0 – t th, b) Fase anak sekolah: 7 – 14 th yaitu masa mulai bekerjanya
kelenjar kelengkapan kelamin, dan c) Fase remaja : 14 – 21 th
2.
Periodisasi yang berdasar psikologis.
Tokoh
utama yang mendasarkan periodisasi ini kepada keadaan psikologis adalah
Oswald Kroch. Beliau menjadikan masa-masa kegoncangan sebagai dasar pembagian
masa-masa psikologi perkembangan, karena beliau yakin bahwa masa kegoncangan
inilah yang merupakan keadaan psikologis yang khas dan dialami
oleh setiap anak dalam masa perkembangannya. Fase-fase tersebut yaitu: a) Dari
lahir sampai masa “trotz”( kegoncangan) pertama: kanak-kanak awal. b) Trotz
pertama sampai trotz kedua : masa keserasia bersekolah. c) Trotz kedua sampai
akhir remaja: masa kematangan
3.
Periodisasi yang berdasar didaktis.
Pembagian
masa-masa perkembangan sekarang ini seperti yang dikemukakan oleh Harvey A.
Tilker, PhD dalam “Developmental Psycology to day”(1975) dan Elizabeth B.
Hurlock dalam “Developmental Psycology”(1980) tampak sudah lengkap mencakup
sepanjang hidup manusia sesuai dengan hakikat perkembangan manusia yang
berlangsung sejak konsepsi sampai mati dengan pembagian periodisasinya.
Berikut
periodisasi berdasarkan didaktis menurut Elizabeth B. Hurlock :
a)
Masa sebelum lahir (pranatal): 9 bulan
b)
Masa bayi baru lahir (new born): 0-2 minggu
c)
Masa bayi (babyhood): 2 minggu- 2 th
d)
Masa kanak-kanak awal (early childhood):2-6 th
e)
Masa kanak-kanak akhir (later chilhood): 6-12 th
f)
Masa puber (puberty) 11/12 – 15/16 th
g)
Masa remaja ( adolesence) : 15/16 – 21 th
h)
Masa dewasa awal (early adulthood) : 21-40 th
i)
Masa dewasa madya(middle adulthood): 40-60 th
j)
Masa usia lanjut (later adulthood) : 60-…..
Metode Psikologi
Beberapa metodologi dalam psikologi, di antaranya
sebagai berikut :
- Metodologi Eksperimental
Cara ini dilakukan biasanya di dalam laboratorium dengan
mengadakan berbagai eksperimen. Peneliti mempunyai kontrol sepenuhnya terhadap
jalannya suatu eksperimen. Yaitu menentukan akan melakukan apa pada sesuatu
yang akan ditelitinya, kapan akan melakukan penelitian, seberapa sering
melakukan penelitiannya, dan sebagainya. Pada metode eksperimental, maka sifat
subjektivitas dari metode introspeksi akan dapat diatasi. Pada metode instrospeksi
murni hanya diri peneliti yang menjadi objek. Tetapi pada instrospeksi
eksperimental jumlah subjek banyak, yaitu orang - orang yang dieksperimentasi
itu. Dengan luasnya atau banyaknya subjek penelitian maka hasil yang didapatkan
akan lebih objektif
- Observasi Ilmiah
Pada pengamatan ilmiah, suatu hal pada situasi-situasi yang
ditimbulkan tidak dengan sengaja. Melainkan dengan proses ilmiah dan secara
spontan. Observasi alamiah ini dapat diterapkan pula pada tingkah laku yang
lain, misalnya saja : tingkah laku orang-orang yang berada di toko serba
ada, tingkah laku pengendara kendaraan bermotor dijalan raya, tingkah laku anak
yang sedang bermain, perilaku orang dalam bencana alam, dan sebagainya.
- Sejarah Kehidupan (metode biografi)
Sejarah kehidupan seseorang dapat merupakan sumber data yang
penting untuk lebih mengetahui “jiwa” orang yang bersangkutan, misalnya dari cerita
ibunya, seorang anak yang tidak naik kelas mungkin diketahui bahwa dia bukannya
kurang pandai tetapi minatnya sejak kecil memang dibidang musik sehingga dia
tidak cukup serius untuk mengikuti pendidikan di sekolahnya. Dalam metode ini
orang menguraikan tentang keadaaa, sikap - sikap ataupun sifat lain mengenai
orang yang bersangkutan. Pada metode ini disamping mempunyai keuntungan juga
mempunyai kelemahan, yaitu tidak jarang metode ini bersifat subjektif.
- Wawancara
Wawancara merupakan tanya jawab si pemeriksa dan orang yang
diperiksa. Agar orang diperiksa itu dapat menemukan isi hatinya itu sendiri,
pandangan-pandangannya, pendapatnya dan lain-lain sedemikian rupa sehingga
orang yang mewawancarai dapat menggali semua informasi yang dibutuhkan.Baik
angket atau interview keduanya mempunyai persamaan, tetapi berbeda dalam cara
penyajiannya. Keuntungan interview dibandingkan dengan angket yaitu:
- Pada interview apabila terdapat hal yang kurang jelas maka dapat diperjelas
- interviwer(penanya) dapat menyesuaikan dengan suasana hati interviwee ( responden yang ditanyai)
- Terdapat interaksi langsung berupa face to facesehingga diharapkan dapat membina hubungan yang baik saat proses interview dilakukan.
- Angket
Angket merupakan wawancara dalam bentuk tertulis. Semua
pertanyaan telah di susun secara tertulis pada lembar-lembar pertanyaan itu,
dan orang yang diwawancarai tinggal membaca pertanyaan yang diajukan, lalu
menjawabnya secara tertulis pula. Jawaban-jawabannya akan dianalisis untuk
mengetahui hal-hal yang diselidiki.
- Pemeriksaan Psikologi
Dalam bahasa populernya pemeriksaan
psikologi disebut juga dengan psikotes
Metode ini menggunakan alat-alat psikodiagnostik
tertentu yang hanya dapat digunakan oleh para ahli yang benar-benar sudah
terlatih. alat-alat itu dapat dipergunakan unntuk mengukur dan untuk mengetahui
taraf kecerdasan seseorang, arah minat seseorang, sikap seseorang, struktur
kepribadian seeorang, dan lain-lain dari orang yang diperiksa itu.
- Metode Analisis Karya
Dilakukan dengan cara menganalisis hasil karya seperti
gambar - gambar, buku harian atau karangan yang telah dibuat. Hal ini karena
karya dapat dianggap sebagai pencetus dari keadaan jiwa seseorang.
- Metode Statistik
Umumnya digunakan dengan cara mengumpulkan data atau materi
dalam penelitian lalu mengadakan penganalisaan terhadap hasil; yang telah
didapat.
Langganan:
Postingan (Atom)