Sabtu, 02 Juni 2012

INTERPERSONAL LEARNING

INTERPERSONAL LEARNING

Belajar interpersonal (interpersonal learning), sebagaimana didefinisikan oleh Yalom, merupakan faktor terapeutik yang luas dan kompleks, yang mengandung faktor-faktor terapeutik dalam terapi individual seperti insight, bekerja melalui transferensi, dan pengalaman emosional korektif, maupun proses-proses yang khas dalam setting terapi kelompok. Untuk mendefinisikan konsep interpersonal learning dan untuk mendeskripsikan mekanisme perubahan terapeutik yang dimediasikan oleh konsep ini pada individu, perlu dibahas terlebih dahulu tiga konsep lain yaitu:
1. Pentingnya hubungan interpersonal,
2. Pengalaman emosional korektif,
3. Kelompok sebagai social microcosm.

Pentingnya Hubungan Interpersonal
Dari perspektif apa pun kita mempelajari masyarakat manusia, kita mendapatkan bahwa hubungan interpersonal memainkan peranan yang sangat penting. Apakah kita mempelajari sejarah evolusi kemanusiaan ataupun meneliti perkembangan individu, kita harus selalu memandang umat manusia dalam matrix hubungan interpersonalnya. Terdapat data yang meyakinkan dari berbagai penelitian tentang budaya manusia primitif dan primata nonmanusia bahwa manusia selalu hidup dalam kelompok yang ditandai oleh hubungan yang kuat di antara para anggotanya. Perilaku interpersonal selalu adaptif terhadap berbagai situasi, dan tanpa hubungan interpersonal yang kuat, positif dan timbal balik, individu maupun spesies manusia tidak akan dapat bertahan hidup.

Pengalaman Emosional Korektif
Pengelaman emosional korektif dalam terapi kelompok mempunyai beberapa komponen:
1. Ekspresi emosi yang kuat yang diarahkan secara interpersonal dan kurang dipandang sebagai resiko oleh pasien;
2. Kelompok cukup suportif untuk memungkinkan pengambilan resiko ini;
3. Uji realita yang memungkinkan pasien untuk menelaah insiden itu dengan bantuan validitas konsensus dari pasien-pasien lain;
4. Mengenali ketidaktepatan perasaan dan perilaku interpersonal tertentu mengenali ketidaktepatan menghindari perilaku interpersonal tertentu;
5. Fasilitasi kemampuan individu untuk berinteraksi dengan orang lain secara lebih mendalam dan jujur.

Kelompok sebagai Social Microcosm
Jenis kaca mata konseptual apa pun yang dipergunakan oleh terapis atau observer, gaya interpersonal setiap pasien akhirnya akan tampak dalam transaksinya dalam kelompok. Gaya-gaya tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menimbulkan friksi interpersonal dan akan termanifestasi dengan sendirinya dalam kelompok secara lebih cepat daripada gaya-gaya lainnya. Misalnya, individu yang pemarah, pendendam, kasar, tidak menonjolkan diri, atau selalu menonjolkan diri, akan cepat terlihat dalam kehidupan kelompok. Pola hubungan sosial yang maladaptif akan tampak jelas secara jauh lebih cepat daripada pola-pola hubungan sosial dari individu yang secara halus mengeksploitasi orang lain atau mencapai keintiman hingga titik tertentu tetapi kemudian menarik diri karena menjadi merasa takut. Tahap awal terapi kelompok biasanya diarahkan untuk menangani pasien yang patologinya paling mencolok secara interpersonal. Gaya interpersonal tertentu menjadi sangat jelas dari satu transaksi, gaya lainnya dari satu pertemuan kelompok, tetapi ada pula yang membutuhkan observasi beberapa bulan untuk memahaminya. Pengembangan kemampuan mengidentifikasi perilaku interpersonal adaptif dalam mikrokosme sosial dan memanfaatkannya untuk keperluan terapi merupakan salah satu tujuan penting dari program pelatihan bagi terapis.


Mekanisme interpersonal learning sebagai satu faktor terapeutik adalah:
1. Simtomatologi psikiatrik berasal dari hubungan interpersonal yang terganggu. Tugas psikoterapi adalah membantu pasien belajar cara mengembangkan hubungan interpersonal yang bebas distorsi dan memuaskan.
2. Kelompok psikoterapi, asalkan perkembangannya tidak terganggu oleh keterbatasan struktural yang parah, berkembang menjadi satu mikrokosme sosial, sebuah penjelmaan mini dari dunia sosial pasien.
3. Anggota kelompok, melalui validasi konsensus dan observasi diri, menjadi sadar akan aspek-aspek penting dari perilaku interpersonalnya: kekuatannya, keterbatasannya, distorsi parataksiknya, dan perilaku maladaptifnya yang menimbulkan respon yang tak diharapkan dari orang lain. Pasien belum pernah belajar membedakan antara aspek-aspek baik dan buruk dari perilakunya. Kelompok terapi, dengan dorongan umpan balik yang tepat, dapat membuat pasien memahami perbedaan itu.
4. Terjadi rangkaian peristiwa interpersonal yang teratur:
a. Tayangan patologi – pasien memperlihatkan perilakunya.
b. Melalui umpan balik dan observasi diri, pasien
(1) Menjadi pengamat yang lebih baik terhadap perilakunya sendiri;
(2) Memahami dampak perilaku tersebut terhadap
(a) Perasaan orang lain;
(b) Pendapat orang lain tentang dirinya;
(c) Pendapat dirinya tentang dirinya sendiri.
5. Pasien yang sudah sepenuhnya menyadari rangkaian ini juga menjadi sadar akan tanggung jawab pribadi untuknya: setiap individu merupakan pengarang dunia pribadinya sendiri.
6. Individu yang sepenuhnya menerima tanggung jawab pribadi untuk dunia interpersonal tersebut juga akan menerima segala akibat dari temuannya itu, bahwa sang pencipta dunia inilah yang mampu mengubahnya.
7. Kedalaman dan kebermaknaan kesadaran ini langsung proporsional dengan kadar dampak yang terkait dengan rangkaian tersebut. Semakin riil dan semakin emosional suatu pengalaman, akan semakin kuat juga dampaknya; semakin objektif dan semakin intelektual pengalaman itu, akan semakin kecil efektivitas belajar itu.
8. Sebagai akibat dari kesadaran ini, pasien lambat laun berubah dengan mengambil resiko untuk menciptakan cara-cara baru dalam berhubungan dengan orang lain. Kemungkinan bahwa perubahan itu akan terjadi merupakan fungsi dari:
a. Motivasi pasien untuk berubah dan tingkat ketidaknyamanan dan ketidakpuasan pribadi terhadap bentuk perilaku saat ini;
b. Keterlibatan pasien dalam kelompok – yaitu seberapa banyak pasien membiarkan kelompok untuk mempersoalkanya;
c. Kekakuan struktur karakter dan gaya personal pasien.
9. Perubahan perilaku dapat membangkitkan satu siklus baru interpersonal learning melalui observasi diri dan umpan balik dari orang lain.
10. Konsep social microcosm ini dua arah: tidak hanya perilaku luar yang termanifestasikan dalam kelompok, tetapi perilaku yang dipelajari dalam kelompok juga akhirnya terbawa ke dalam lingkungan sosial pasien dan perubahan akan muncul dalam perilaku interpersonalnya di luar kelompok.
11. Lambat laun suatu spiral adaptif terjadi, mula-mula di dalam dan kemudian di luar kelompok. Jika distorsi interpersonal orang itu berkurang, maka kemampuannya untuk menjalin hubungan yang menguntungkan pun bertambah. Kecemasan sosial berkurang; harga diri meningkat; kecenderungan untuk menyembunyikan diri semakin berkurang; orang lain merespon secara positif terhadap perilaku ini dan semakin banyak menunjukkan persetujuan dan penerimaan terhadap pasien, yang selanjutnya lebih meningkatkan lagi harga diri dan memicu lebih banyak perubahan. Akhirnya spiral adaptif itu mencapai tingkat otonomi dan efikasi sedemikian rupa sehingga terapi profesional tidak dibutuhkannya lagi.

Transference dan Insight
Transferensi dan wawasan memainkan dua peranan sentral dalam sebagian besar formulasi proses terapi. Transferensi adalah suatu bentuk distorsi persepsi interpersonal.

Wawasan tidak dapat dideskripsikan secara tepat ; dia bukan sebuah konsep kesatuan. Secara umum, insight dapat diartikan sebagai “melihat ke dalam": suatu proses yang mencakup klarifikasi, penjelasan, dan derepresi. Insight terjadi bila orang menemukan sesuatu yang penting tentang dirinya sendiri – tentang perilakunya, sistem motivasinya, atau ketidaksadarannya.
Dalam proses terapi kelompok, pasien dapat memperoleh insight sekurang-kurangnya pada empat level:
1. Pasien mungkin memperoleh perspektif yang lebih objektif tentang presentasi interpersonalnya.
2. Pasien mungkin memperoleh pemahaman tentang pola perilakunya yang lebih kompleks dengan orang lain.
3. Level ketiga dapat disebut dengan istilah motivational insight. Pada level ini, pasien mungkin memahami mengapa mereka melakukan apa yang dilakukannya terhadap dan dengan orang lain.
4. Insight level keempat, yaitu genetic insight, berusaha membantu pasien memahami bagaimana mereka menjadi dirinya saat ini. Melalui eksplorasi terhadap sejarah perkembangan pribadinya, pasien memahami asal-usul pola perilakunya saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar