INTERPERSONAL LEARNING
Belajar interpersonal (interpersonal
learning), sebagaimana didefinisikan oleh Yalom, merupakan faktor
terapeutik yang luas dan kompleks, yang mengandung faktor-faktor
terapeutik dalam terapi individual seperti insight, bekerja melalui
transferensi, dan pengalaman emosional korektif, maupun proses-proses
yang khas dalam setting terapi kelompok. Untuk mendefinisikan konsep
interpersonal learning dan untuk mendeskripsikan mekanisme perubahan
terapeutik yang dimediasikan oleh konsep ini pada individu, perlu
dibahas terlebih dahulu tiga konsep lain yaitu:
1. Pentingnya hubungan interpersonal,
2. Pengalaman emosional korektif,
3. Kelompok sebagai social microcosm.
Pentingnya Hubungan Interpersonal
Dari
perspektif apa pun kita mempelajari masyarakat manusia, kita
mendapatkan bahwa hubungan interpersonal memainkan peranan yang sangat
penting. Apakah kita mempelajari sejarah evolusi kemanusiaan ataupun
meneliti perkembangan individu, kita harus selalu memandang umat manusia
dalam matrix hubungan interpersonalnya. Terdapat data yang meyakinkan
dari berbagai penelitian tentang budaya manusia primitif dan primata
nonmanusia bahwa manusia selalu hidup dalam kelompok yang ditandai oleh
hubungan yang kuat di antara para anggotanya. Perilaku interpersonal
selalu adaptif terhadap berbagai situasi, dan tanpa hubungan
interpersonal yang kuat, positif dan timbal balik, individu maupun
spesies manusia tidak akan dapat bertahan hidup.
Pengalaman Emosional Korektif
Pengelaman emosional korektif dalam terapi kelompok mempunyai beberapa komponen:
1. Ekspresi emosi yang kuat yang diarahkan secara interpersonal dan kurang dipandang sebagai resiko oleh pasien;
2. Kelompok cukup suportif untuk memungkinkan pengambilan resiko ini;
3. Uji realita yang memungkinkan pasien untuk menelaah insiden itu dengan bantuan validitas konsensus dari pasien-pasien lain;
4.
Mengenali ketidaktepatan perasaan dan perilaku interpersonal tertentu
mengenali ketidaktepatan menghindari perilaku interpersonal tertentu;
5. Fasilitasi kemampuan individu untuk berinteraksi dengan orang lain secara lebih mendalam dan jujur.
Kelompok sebagai Social Microcosm
Jenis
kaca mata konseptual apa pun yang dipergunakan oleh terapis atau
observer, gaya interpersonal setiap pasien akhirnya akan tampak dalam
transaksinya dalam kelompok. Gaya-gaya tertentu memiliki kemungkinan
yang lebih besar untuk menimbulkan friksi interpersonal dan akan
termanifestasi dengan sendirinya dalam kelompok secara lebih cepat
daripada gaya-gaya lainnya. Misalnya, individu yang pemarah, pendendam,
kasar, tidak menonjolkan diri, atau selalu menonjolkan diri, akan cepat
terlihat dalam kehidupan kelompok. Pola hubungan sosial yang maladaptif
akan tampak jelas secara jauh lebih cepat daripada pola-pola hubungan
sosial dari individu yang secara halus mengeksploitasi orang lain atau
mencapai keintiman hingga titik tertentu tetapi kemudian menarik diri
karena menjadi merasa takut. Tahap awal terapi kelompok biasanya
diarahkan untuk menangani pasien yang patologinya paling mencolok secara
interpersonal. Gaya interpersonal tertentu menjadi sangat jelas dari
satu transaksi, gaya lainnya dari satu pertemuan kelompok, tetapi ada
pula yang membutuhkan observasi beberapa bulan untuk memahaminya.
Pengembangan kemampuan mengidentifikasi perilaku interpersonal adaptif
dalam mikrokosme sosial dan memanfaatkannya untuk keperluan terapi
merupakan salah satu tujuan penting dari program pelatihan bagi terapis.
Mekanisme interpersonal learning sebagai satu faktor terapeutik adalah:
1.
Simtomatologi psikiatrik berasal dari hubungan interpersonal yang
terganggu. Tugas psikoterapi adalah membantu pasien belajar cara
mengembangkan hubungan interpersonal yang bebas distorsi dan memuaskan.
2.
Kelompok psikoterapi, asalkan perkembangannya tidak terganggu oleh
keterbatasan struktural yang parah, berkembang menjadi satu mikrokosme
sosial, sebuah penjelmaan mini dari dunia sosial pasien.
3. Anggota
kelompok, melalui validasi konsensus dan observasi diri, menjadi sadar
akan aspek-aspek penting dari perilaku interpersonalnya: kekuatannya,
keterbatasannya, distorsi parataksiknya, dan perilaku maladaptifnya yang
menimbulkan respon yang tak diharapkan dari orang lain. Pasien belum
pernah belajar membedakan antara aspek-aspek baik dan buruk dari
perilakunya. Kelompok terapi, dengan dorongan umpan balik yang tepat,
dapat membuat pasien memahami perbedaan itu.
4. Terjadi rangkaian peristiwa interpersonal yang teratur:
a. Tayangan patologi – pasien memperlihatkan perilakunya.
b. Melalui umpan balik dan observasi diri, pasien
(1) Menjadi pengamat yang lebih baik terhadap perilakunya sendiri;
(2) Memahami dampak perilaku tersebut terhadap
(a) Perasaan orang lain;
(b) Pendapat orang lain tentang dirinya;
(c) Pendapat dirinya tentang dirinya sendiri.
5.
Pasien yang sudah sepenuhnya menyadari rangkaian ini juga menjadi sadar
akan tanggung jawab pribadi untuknya: setiap individu merupakan
pengarang dunia pribadinya sendiri.
6. Individu yang sepenuhnya
menerima tanggung jawab pribadi untuk dunia interpersonal tersebut juga
akan menerima segala akibat dari temuannya itu, bahwa sang pencipta
dunia inilah yang mampu mengubahnya.
7. Kedalaman dan kebermaknaan
kesadaran ini langsung proporsional dengan kadar dampak yang terkait
dengan rangkaian tersebut. Semakin riil dan semakin emosional suatu
pengalaman, akan semakin kuat juga dampaknya; semakin objektif dan
semakin intelektual pengalaman itu, akan semakin kecil efektivitas
belajar itu.
8. Sebagai akibat dari kesadaran ini, pasien lambat
laun berubah dengan mengambil resiko untuk menciptakan cara-cara baru
dalam berhubungan dengan orang lain. Kemungkinan bahwa perubahan itu
akan terjadi merupakan fungsi dari:
a. Motivasi pasien untuk berubah dan tingkat ketidaknyamanan dan ketidakpuasan pribadi terhadap bentuk perilaku saat ini;
b. Keterlibatan pasien dalam kelompok – yaitu seberapa banyak pasien membiarkan kelompok untuk mempersoalkanya;
c. Kekakuan struktur karakter dan gaya personal pasien.
9.
Perubahan perilaku dapat membangkitkan satu siklus baru interpersonal
learning melalui observasi diri dan umpan balik dari orang lain.
10.
Konsep social microcosm ini dua arah: tidak hanya perilaku luar yang
termanifestasikan dalam kelompok, tetapi perilaku yang dipelajari dalam
kelompok juga akhirnya terbawa ke dalam lingkungan sosial pasien dan
perubahan akan muncul dalam perilaku interpersonalnya di luar kelompok.
11.
Lambat laun suatu spiral adaptif terjadi, mula-mula di dalam dan
kemudian di luar kelompok. Jika distorsi interpersonal orang itu
berkurang, maka kemampuannya untuk menjalin hubungan yang menguntungkan
pun bertambah. Kecemasan sosial berkurang; harga diri meningkat;
kecenderungan untuk menyembunyikan diri semakin berkurang; orang lain
merespon secara positif terhadap perilaku ini dan semakin banyak
menunjukkan persetujuan dan penerimaan terhadap pasien, yang selanjutnya
lebih meningkatkan lagi harga diri dan memicu lebih banyak perubahan.
Akhirnya spiral adaptif itu mencapai tingkat otonomi dan efikasi
sedemikian rupa sehingga terapi profesional tidak dibutuhkannya lagi.
Transference dan Insight
Transferensi
dan wawasan memainkan dua peranan sentral dalam sebagian besar
formulasi proses terapi. Transferensi adalah suatu bentuk distorsi
persepsi interpersonal.
Wawasan tidak dapat dideskripsikan
secara tepat ; dia bukan sebuah konsep kesatuan. Secara umum, insight
dapat diartikan sebagai “melihat ke dalam": suatu proses yang mencakup
klarifikasi, penjelasan, dan derepresi. Insight terjadi bila orang
menemukan sesuatu yang penting tentang dirinya sendiri – tentang
perilakunya, sistem motivasinya, atau ketidaksadarannya.
Dalam proses terapi kelompok, pasien dapat memperoleh insight sekurang-kurangnya pada empat level:
1. Pasien mungkin memperoleh perspektif yang lebih objektif tentang presentasi interpersonalnya.
2. Pasien mungkin memperoleh pemahaman tentang pola perilakunya yang lebih kompleks dengan orang lain.
3.
Level ketiga dapat disebut dengan istilah motivational insight. Pada
level ini, pasien mungkin memahami mengapa mereka melakukan apa yang
dilakukannya terhadap dan dengan orang lain.
4. Insight level
keempat, yaitu genetic insight, berusaha membantu pasien memahami
bagaimana mereka menjadi dirinya saat ini. Melalui eksplorasi terhadap
sejarah perkembangan pribadinya, pasien memahami asal-usul pola
perilakunya saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar