TUGAS-TUGAS DASAR TERAPIS
Yalom mengemukakan bahwa terdapat tiga
tugas fundamental seorang terapis kelompok, yaitu: (1) menciptakan dan
memelihara kelompok, (2) membangun budaya kelompok, dan (3) activasi dan
iluminasi “here-and-now”. Tetapi dalam bab ini hanya akan dibahas tugas
membangun budaya kelompok.
Membangun Budaya Kelompok
Jika
sebuah kelompok sudah terbentuk, tugas terapis adalah menjadikan
kelompok itu sebagai sebuah sistem sosial terapeutik. Terapis berusaha
menetapkan kode aturan perilaku, atau norma, yang akan menjadi pedoman
interaksi kelompok. Norma ideal untuk sebuah kelompok terapi adalah yang
mengikuti logika diskusi tentang faktor-faktor terapeutik pada bab-bab
terdahulu.
Terdapat perbedaan penting antara terapis individual
dan terapis kelompok. Dalam format individual, terapis berfungsi sebagai
satu-satunya agen perubahan langsung. Di pihak lain, terapis kelompok
berfungsi secara tidak langsung. Jadi, jika para anggota kelompok, dalam
interaksinya, mengaktifkan faktor-faktor terapeutik itu, maka tugas
terapis kelompok adalah menciptakan budaya kelompok yang semaksimal
mungkin kondusif bagi interaksi kelompok yang efektif.
Tidak
seperti jenis-jenis kelompok lainnya, para anggota kelompok terapi harus
merasa bebas mengomentari perasaan yang mereka alami terhadap kelompok,
anggota-anggota lain, dan terhadap terapis. Kejujuran dan spontanitas
ekspresi harus didorong dalam kelompok ini. Jika kelompok ini ingin
mengembangkan mikrokosme sosial yang sesungguhnya, para anggotanya harus
berinteraksi secara bebas.
Norma ideal lainnya mencakup
keterlibatan aktif dalam kelompok, menerima orang lain sebagaimana
adanya, pembukaan diri yang ekstensif, berkeinginan untuk memahami diri
sendiri ketidakpuasan akan bentuk perilaku saat ini dan semangat untuk
berubah. Norma dapat berupa resep untuk membentuk ataupun menghilangkan
jenis perilaku tertentu. Norma mempunyai unsur-unsur evaluatif penting
untuk menentukan apakah para anggota harus atau tidak boleh melakukan
perilaku tertentu. Norma juga dapat bersifat implisit ataupun eksplisit.
Pada umumnya para anggota kelompok tidak merumuskan norma itu secara
sadar.
Bagaimanakah Pemimpin Membentuk Norma?
Terdapat dua
peran dasar yang dapat dimainkan oleh terapis dalam sebuah kelompok:
pakar teknik dan partisipan model. Dalam kedua peran ini terapis
membantu membentuk norma kelompok.
Pakar Teknik
Bila berperan
sebagai pakar teknik, seorang terapis secara sengaja akan menggunakan
berbagai teknik untuk mengerakkan kelompok ke arah yang dipandang ideal.
Pada tahap awal mempersiapkan pasien untuk terapi kelompok, terapis
secara eksplisit berusaha membentuk norma. Dalam prosedur ini, terapis
secara hati-hati mengajar pasien tentang peraturan kelompok. Terapis
berusaha menegakkan peraturan ini dengan dua cara: dengan mendukungnya
dengan otoritas dan pengalamannya, dan dengan menyajikan rasional di
belakang prosedur demi memperoleh dukungan nalar para pasien.
Model Partisipan
Terapis
sebagai pemimpin kelompok membentuk norma tidak hanya melalui “social
engineering” yang eksplisit maupun implicit, tetapi juga melalui
pemberian contoh perilaku personal dalam kelompok. Budaya kelompok
terapi sangat berbeda dengan aturan-aturan social yang sudah terbiasa
bagi pasien. Pasien diminta membuang kebiasaan-kebiasaan social yang
sudah dikenalnya, untuk mencoba perilaku baru, dan untuk mengambil
banyak resiko. Berbagai hasil penelitian menujukkan bahwa modeling
merupakan satu cara yang efektif untuk membentuk perilaku baru. Dengan
memberikan contoh penerimaan yang “nonjudgmental” dan penghargaan
terhadap kekuatan maupun kelemahan orang lain, terapis dapat membantu
membentuk sebuah kelompok yang berorientasi kesehatan.
Kelompok Self-Monitoring
Penting
bahwa kelompok mulai bertanggung jawab untuk keberfungsianya sendiri.
Jika norma ini tidak berkembang, maka kelompok akan menjadi pasif dan
para anggotanya sangat bergantung pada terapis untuk semua kegiatannya,
dan terapis dapat menjadi sangat lelah.
Self-Disclosure (Pembukaan Diri)
Self-disclosure
sangat esensial dalam proses terapi kelompok. Pasien tidak akan
memperoleh manfaat dari terapi kelompok jika mereka tidak membuka
dirinya sepenuhnya. Self-disclosure selalu merupakan tindakan
interpersonal.
Norma Prosedural
Format prosedur yang optimal
dalam kelompok bersifat tidak terstruktur, tidak dilatihkan, dan
berinteraksi secara bebas. Tetapi format seperti ini tidak pernah
terbentuk secara alami: banyak pembentukan budaya secara aktif dituntut
dari pihak terapis. Terdapat banyak kecenderungan yang harus dibenahi
oleh terapis. Kecenderungan alami sebuah kelompok baru adalah
menghabiskan seluruh pertemuan untuk membahas masalah satu anggota
kelompok secara bergiliran. Anggota-anggota itu dapat bergiliran; sering
kali orang pertama yang berbicara atau orang yang menyampaikan tentang
krisis kehidupan yang paling menekan pada minggu itu mendapatkan
kesempatan untuk mengemukakan permasalahanya dalam pertemuan itu.
Kelompok-kelompok tertentu sangat berkesulitan untuk mengubah fokus dari
satu anggota ke anggota lainnya, karena satu norma telah berkembang di
mana perubahan topik dianggap sebagai sesuatu yang jelek, tidak sopan,
atau ditolak. Anggota-anggota itu mungkin memilih untuk berdiam diri
dulu: mereka tidak berani menyela atau meminta giliran berbicara; tetapi
diam-diam mereka berharap orang itu akan berhenti berbicara dengan
sendirinya.
Pentingnya Kelompok bagi Para Anggotanya
Semakin
penting para anggota memandang kelompoknya, akan semakin efektif
kelompok itu. Yang paling ideal untuk kepentingan terapi adalah bila
para pasien memandang pertemuan kelompok terapi itu sebagai peristiwa
yang paling penting dalam kehidupanya setiap minggu. Terapis sebaiknya
memperkuat keyakinan ini dengan berbagai cara.
Anggota sebagai Agen Bantuan
Kelompok
berfungsi terbaik apabila para anggotanya saling menghargai bantuan
yang dapat diberikan oleh masing-masing. Jika kelompok terus memandang
terapis sebagai satu-satunya sumber bantuan, maka kelompok itu gagal
mencapai tingkat otonomi yang optimal dan self-respect. Untuk memperkuat
norma ini, terapis dapat menarik perhatian mereka pada insiden yang
menunjukkan sikap saling membantu di kalangan para anggota. Terapis juga
dapat mengajarkan cara yang paling efektif untuk saling membantu.
Dukungan
Sebagaimana
sudah ditekankan pada bahasan tentang kohesivitas, sangat penting bahwa
para anggota sebuah kelompok terapi untuk memandang kelompok sebagai
lingkungan yang aman dan suportif. Akhirnya, dalam terapi berjangka
panjang, banyak isu yang tidak menyenangkan harus dibicarakan dan
dieksplorasi. Banyak pasien bermasalah dengan amarah atau arogansi atau
merendahkan diri atau tidak peka atau sekedar gemar membantah. Kelompok
terapi tidak dapat menawarkan bantuan tanpa kejadian seperti ini muncul
dalam interaksi para anggotanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar